Jakarta – Wakil Ketua Komite Tetap (Komtap) II Kajian Ekonomi Global Strategis Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Josua Pardede, mewanti-wanti adanya potensi Indonesia akan dibanjiri oleh produk China akibat dampak kebijakan tarif yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Josua menjelaskan, China dikenakan tarif sebear 30 persen oleh Trump, sehingga produk dari negara Tirai Bambu tersebut akan sulit masuk ke AS. Dengan demikian, China akan mencari pasar alternatif untuk mengekspor produknya, salah satunya Indonesia yang telah menjadi mitra dagang.
“Produk-produk dari China ini dikenakan tarif 30 persen. Artinya ada kemungkinan bahwa dengan produk China yang tidak bisa masuk ke Amerika, artinya akan bisa membanjiri produk-produk China masuk ke Indonesia dengan lebih mudah,” kata Josua dalam Growth Summit 2025 yang digelar Moengage dan Infobank Digital, di Kempinski Grand Ballroom, Jakarta, Kamis, 7 Agustus 2025.
Baca juga: Sri Mulyani Bocorkan Sektor yang “Kecipratan” Untung dari Tarif Trump 19 Persen
Selain itu, ekspor Indonesia ke AS juga diprediksi akan mengalami penurunan akibat penambahan tarif sebesar 19 persen oleh AS. Saat ini, industri padat karya yang berorientasi ekspor mulai melemah dan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran.
Ekonomi Indonesia Relatif Kuat Ditopang Konsumsi dan Investasi
Meski demikian, Josua menilai kondisi perekonomian Indonesia masih relatif baik dibandingkan negara lain. Hal ini tecermin dari pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2025 yang mencapai 5,12 persen, ditopang oleh konsumsi domestik dan investasi.
“Ini menjadi sebuah pergerak utama ekonomi kita. Inflasi pun juga cukup terkendali,” tambah Ekonom Kadin yang juga Kepala Ekonom Bank Permata.
Baca juga: Ekonomi RI Tumbuh 5,12 Persen di Kuartal II 2025, Lampaui Ekspektasi Pasar
Pergeseran Perilaku Konsumen Picu Fenomena Rojali dan Rohana
Menurut Josua, Indonesia masih diuntungkan karena ekonominya didorong oleh konsumsi domestik, meskipun terjadi pergeseran perilaku masyarakat yang kini lebih memilih berbelanja di e-commerce dibandingkan pusat perbelanjaan seperti mal. Perubahan ini memunculkan fenomena “Rojali” (rombongan jarang beli) dan “Rohana” (rombongan hanya nanya-nanya).
“Dampaknya secara umum, kalau kita lihat dari sisi behavior konsumen saat ini pun juga kita melihat bahwa tadi memang ada penurunan kelas menengah secara umum, namun terjadi juga peralihan dari sisi behavior konsumsi masyarakat,” pungkasnya. (*)
Editor: Yulian Saputra









