Jakarta – Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait dana bantuan sosial (bansos) sebesar Rp2,1 triliun yang mengendap di lebih dari 10 juta rekening bank penerima yang sudah lama tidak aktif (dormant).
Menurutnya, kondisi ini mencerminkan masih kurang maksimalnya tata kelola keuangan publik, khususnya dalam perencanaan, penyaluran, serta pengawasan program bansos yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Skala rekening dormant dalam kasus ini bukanlah hal kecil. Ini adalah indikator langsung bahwa sistem verifikasi dan pemutakhiran data penerima manfaat bansos masih lemah, tidak adaptif terhadap dinamika sosial ekonomi masyarakat, dan minim pengawasan aktif,” ujar Puan, dinukil laman dpr.go.id, Jumat, 1 Agustus 2025.
Diketahui, PPATK juga menemukan penyalahgunaan rekening dormant lainnya berdasarkan hasil analisis maupun hasil pemeriksaan sejak 2020. Di antaranya, lebih dari 1 juta rekening diduga terkait dengan tindak pidana. Dari jumlah itu, lebih dari 150 ribu rekening merupakan rekening nominee.
PPATK juga menemukan sekitar 2.000 rekening milik instansi pemerintah dan bendahara pengeluaran yang dinyatakan dormant, dengan total dana mencapai Rp500 miliar.
Selain itu, terdapat lebih dari 140 ribu rekening dormant yang tidak aktif selama lebih dari 10 tahun, dengan dana mengendap senilai Rp428,61 miliar.
Baca juga: Gaduh Blokir Rekening Dormant, DPR Minta OJK dan PPATK Beri Penjelasan
Karena berbagai temuan tersebut, PPATK menghentikan sementara transaksi pada rekening dormant. Pemblokiran bisa dibuka apabila pemilik rekening mengajukan keberatan sesuai ketentuan yang berlaku.
Terkait hal itu, Puan menilai persoalan ini bukan hanya masalah administratif, tetapi juga menyentuh aspek akuntabilitas penggunaan dana publik.
“Ketika dana triliunan rupiah mengendap di rekening yang tidak lagi digunakan, negara tentunya kehilangan efektivitas belanja sosialnya,” kata perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.
Berpotensi Jadi Celah Tindak Pidana, DPR Desak Audit Menyeluruh
Puan menilai permasalahan ini dapat membuka potensi praktik-praktik kecurangan, termasuk tindak pidana pencucian uang oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Karena itu, ia mendesak Kementerian Keuangan dan Kementerian Sosial untuk segera melakukan audit menyeluruh dan menelusuri akar masalah, termasuk sistem pelaporan, verifikasi data, dan proses pencairan bansos di lapangan.
“Ini agar validitas data penerima manfaat dapat dipertanggungjawabkan secara faktual dan hukum,” tegas Puan.
Dorongan Reformasi Penyaluran Bansos secara Digital dan Real-Time
Mantan Menko PMK itu juga mendorong agar penyaluran bansos ke depan didesain lebih adaptif, digital, dan real-time. Puan menyarankan sistem penyaluran bansos dapat dimaksimalkan dengan penggunaan teknologi yang sifatnya lebih obyektif.
“Ini penting untuk menghindari pemborosan anggaran, serta memastikan bahwa bansos tersalurkan kepada mereka yang benar-benar membutuhkan, bukan ke rekening fiktif, rekening mati, atau rekening nominee hasil tindak kejahatan,” sebutnya.
Baca juga: Setelah Gaduh, PPATK Buka Kembali 28 Juta Rekening “Tidur”, tapi Masih Ada 3 Juta Rekening Dormant
Lebih lanjut, Puan juga mendorong dibentuknya Satuan Tugas Khusus lintas kementerian dan lembaga, termasuk PPATK, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Bank Indonesia, guna melacak dan mengungkap jaringan penyalahgunaan rekening dormant, serta memitigasi potensi praktik kecurangan dari penyaluran bansos.
“Temuan PPATK soal lebih dari 1 juta rekening terkait tindak pidana, termasuk 150 ribu rekening nominee, menjadi sinyal bahaya bahwa sistem keuangan nasional memerlukan pengawasan lebih ketat dan berbasis risiko,” ungkap Puan.
DPR Berkomitmen Kawal Perbaikan Sistem Keuangan Publik
Puan mengingatkan bahwa dalam konteks pengelolaan keuangan negara, prinsip transparansi, akuntabilitas, dan responsivitas bukan sekadar jargon, melainkan fondasi utama dalam membangun kepercayaan publik terhadap pemerintah.
“Ketika dana sosial yang seharusnya menjadi jaring pengaman bagi rakyat justru tersangkut dalam kebuntuan administratif dan celah kejahatan keuangan, maka negara harus bertindak cepat, tegas, dan tuntas,” tegas cucu Proklamator RI Bung Karno itu.
Puan memastikan DPR RI akan terus mengawal proses perbaikan sistem keuangan publik dan pengelolaan bansos, agar setiap rupiah dari APBN benar-benar bekerja untuk rakyat, bukan mengendap di rekening tak bertuan.
“Kami di DPR RI akan mengawal persoalan ini dan mendalami secara sistemik mengenai masalah penyaluran bansos yang tidak tepat sasaran,” pungkasnya. (*)
Editor: Yulian Saputra










