BI Masih Hitung Dampak Tarif Trump 19 Persen ke Ekonomi Domestik

BI Masih Hitung Dampak Tarif Trump 19 Persen ke Ekonomi Domestik

Jakarta – Bank Indonesia (BI) menyatakan ketidakpastian global masih tinggi yang dipengaruhi oleh perkembangan pengenaan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang dapat memengaruhi perekonomian.

“Secara umum, memang ketidakpastian global, menurut bacaan kami di RDG (Rapat Dewan Gubernur) yang lalu masih tinggi, termasuk dipengaruhi oleh bagaimana pekembangan tarif yang dilakukan oleh Presiden Trump,” ujar Firman Mochtar, Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter dalam Taklimat Media di Jakarta, Kamis, 24 Juli 2025.

Firman mengatakan, pihaknya telah mencermati dan melakukan banyak perhitungan dari bulan ke bulan tekait tarif Trump, setelah sebelumnya terdapat ketegangan geopolitik antara Iran dan Israel yang memengaruhi ketidakpastian global.

Sehingga, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi global di 2025 belum cukup kuat atau relatif melambat, yakni berada di level 3 persen, lebih rendah dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 3,3 persen.

Baca juga: Airlangga Pastikan Tarif Trump 19 Persen Sudah Final, Berlaku 1 Agustus 2025?

“Yang menjadi perhatian di tengah ekonomi global yang memang tidak menentu, pertumbuhan ekonomi dunia masih relatif lambat, kita lihat memang inflasi masih terus menurun, meskipun dampak tarif ini terus menjadi perhatian kita karena ini akan meningkatkan bagaimana biaya barang itu sendiri ya,” ungkapnya.

Sementara tingkat yield UST di AS menurun. Namun, pada tenor 2 dan 10 tahun masih tetap tinggi di sekitar 4 persen yang disebabkan risiko fiskal AS masih tinggi dengan defisit 6,4 persen terhadap GDP.

“Inilah yang membuat berpengaruh terhadap bagaimana bacaan investor terhadap risiko penempatan di AS, di mana AS sendiri kami masih perkirakan fed fund rate akan turun 2 kali di 2025 ini, di bulan September dan di Oktober,” jelasnya.

Firman mengatakan, pihaknya terus mencermati faktor-faktor tersebut terhadap dampaknya ke aliran modal dari AS ke aset emas dan ke pasar Eropa. Namun, untuk dua bulan terakhir aliran modal mulai masuk ke emerging market, termasuk Indonesia.

“Ini perkembangan-perkembangan positif. Jadi kalau uang itu keluar dari Amerika, dampaknya terhadap permintaan dolar kan menurun. Kalau permintaan dolarnya menurun berarti kurs-nya melemah Amerika, itu DXY-nya (indeks dolar AS) menurun,” papar Firman.

Baca juga: Tarif Ekspor RI ke AS Bisa 0 Persen, Ini Komoditas yang Diincar

Dengan melihat perkembangan itu, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi domestik di tahun 2025 berada pada kisaran 4,6 hingga 5,4 persen. BI pun akan mendorong beberapa komponen pendorong pertumbuhan ekonomi, dengan di dukung oleh stimulus fiskal pada belanja pemerintah yang akan terakselerasi pada semester II 2025.

“Perkembangan positif itu terlihat dari ekspor, bahkan ekspor kita ke Amerika itu masih cukup tinggi perkembangannya. Inilah yang perlu kita terus menjadi perhatian, secara spasial kami juga melakukan pencermatan tentang bagaimana daerah-daerah di Sulampua itu masih tumbuh di atas 5 persen. Kami berkirakan yang tadi saya sampaikan kita akan tumbuh di sekitar 4,6 hingga 5,4 persen,” pungkasnya. (*)

Editor: Galih Pratama

Related Posts

News Update

Netizen +62