Jakarta – Kapitalisasi pasar PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) yang sebesar Rp1.047 triliun masih mengungguli PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang tercatat Rp1.028 triliun pada perdagangan Rabu, 23 Juli 2025.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, mengatakan meski turun takhta dari puncak big caps, saham BBCA saat ini masih menarik untuk dikoleksi, karena didukung oleh fundamental perseroan yang solid.
Dia memproyeksikan, target price untuk harga saham BBCA dalam jangka panjang masih dapat menyentuh di level Rp12.500 per saham. Diketahui, saat ini harga saham BBCA masih berada pada Rp8.425-8.525.
Baca juga: Kapitalisasi BREN Tembus Rp1.070 T, Geser Posisi BBCA
“Seharusnya sih harga wajarnya untuk jangka panjangnya Rp12.500 lah, kalau hemat saya, target price lah, jika fundamentanya bisa semakin solid, terus juga didukung oleh adanya peningkatan pertumbuhan kreditnya berkualitas,” ucap Nafan kepada media dikutip, 24 Juli 2025.
Dia melanjutkan, saham BBCA masih mampu mengalami penguatan. Ini sejalan dengan adanya penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sebanyak tiga kali pada tahun ini.
“Jadi nanti otomatis liquidity, in our financial market bisa increase, bisa mengalami penguatan, sehingga tentunya saya menilai perbankan, akan termasuk salah satu motor penggerak, salah satu yang utama bagi indeks ke depan,” imbuhnya.
Baca juga: Aliran Dana Asing Masuk Rp196,63 Miliar, Saham ANTM dan BBCA Paling Banyak Diborong
Dia juga menyoroti pergeseran atau rotasi saham yang menopang gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Menurutnya, saat ini saham-saham konglomerat, seperti BREN, CUAN, PTRO yang terafiliasi dengan Prajogo Pangestu, mendominasi penguatan IHSG. Deretan saham tersebut dilihat secara valuasi Price to Earnings (PE) dan Price to Book Value (PBV) telah over premium.
“Ini saya bicara fundamental, kalau itu saham konglomerat yang diapresiasi luar biasa, itu sudah benar-benar over premium, jadi otomatis dengan demikian investor akan melakukan switching, atau rotasi ke saham kapitalisasi pasar yang besar, yang benar-benar sudah extremely under valued, misalnya termasuk bank,” tutup Nafan. (*)
Editor: Galih Pratama










