Labuan Bajo – Langkah Bank Indonesia (BI) menurunkan tingkat suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 bps menjadi 5,25 persen, pada Juli 2025, diharapkan diikuti perbankan dengan melakukan penyesuaian bunga kredit dan simpanan.
Penurunan tingkat suku bunga kredit oleh perbankan diyakini akan membuat ekonomi bergerak lebih cepat.
Namun, ada beberapa faktor yang menyebabkan perbankan tidak serta merta melakukan penyesuaian suku bunga kredit, mengikuti gerak turun suku bunga acuan.
Salah satunya adalah instrumen-instrumen di sektor keuangan yang memberikan imbal hasil (yield) cukup tinggi. Misalnya saja deposito, giro, ataupun emas yang harganya relatif tinggi. Keberdaan insrumen-instrumen ini membuat deposan memilik banyak alternatif dalam menempatkan dananya di bank, atau instrumen investasi lain.
Baca juga: Persaingan Berebut Dana Jadi Pemicu Suku Bunga Deposito Terus Menanjak
Imbal hasil yang tinggi dari instrumen-instrumen itu menjadi referensi bagi deposan, dan dijadikan bargaining dengan perbankan.
“Akhirnya mau nggak mau untuk mempertahankan dana itu, bank kasih special rate. Ini salah satu hal yang menahan transmisi (penurunan suku bunga) tidak seperti yang kita harapkan,” kata Bambang Arianto, Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial (DKMP) BI dalam Editors Gathering Bank Indonesia, di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Jum’at, 18 Juli 2025.
Ia melanjutkan, jika suku bunga dana pihak ketiga (DPK) tidak turun, bank juga akan menghitung suku bunga kreditnya. Kalau kredit diturunkan spread akan turun.
“Sementara bank berkepentingan menjaga profitabilitasnya,” imbuh Bambang.
Baca juga: Tok! BI Pangkas Suku Bunga Acuan Jadi 5,25 Persen
Untuk menjaga profitabilitas, sejumlah bank menyiasatinya dengan melakukan efisiensi dalam operasinalnya, sehingga overhead cost bisa ditekan. Dengan begitu, perbankan bisa mempunyai ruang untuk memangkas bunga kredit, tapi di sisi lain tetap menjaga target profitabilitasnya yang di-set sejak awal.
Maka, biasanya selalu ada lag antara transmisi dari penurunan BI Rate ke tingkat suku bunga kredit maupun simpanan.
“Pasti ada lag-nya karena bank butuh waktu, tergantung komposisi portfolio yang ada di banknya,” pungkas Bambang. (*) Ari Astriawan









