Jakarta – Langkah Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate dari 5,50 persen menjadi 5,25 persen bisa menstimulus perbankan untuk menyesuaikan bunga kredit sehingga mendorong permintaan kredit, terutama dari sektor riil.
Demikian dikatakan Ryan Kiryanto, Ekonom Senior & Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia kepada Infobanknews, menanggapi keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Juli 2025 yang menurunkan BI Rate jadi 5,25 persen pada Rabu, 16 Juli 2026.
Dia melanjutkan, langkah dovish BI yang pro economic growth dan pro stability dengan menurunkan suku bunga acuan ini diyakini akan diikuti oleh perbankan untuk menurunkan suku bunga simpanan dan kredit secara terukur.
“Turunnya BI rate diharapkan mampu menjadi stimulus untuk bank-bank (dari sisi supply) sesuaikan bunga kredit searah dengan BI Rate,” ujar Ryan kepada Infobanknews.
Baca juga: Tok! BI Pangkas Suku Bunga Acuan Jadi 5,25 Persen
“Sehingga mendorong permintaan kredit supaya sektor riil lebih bergairah untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi di kuartal-kuartal berikutnya,” tambahnya.
Menurutnya, sektor riil membutuhkan sokongan kredit dengan bunga yang searah dengan suku bunga acuan BI untuk mendongkrak kinerjanya. Dengan begitu, sektor riil bisa lebih berkontribusi lebih terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
“Tahun ini, kita berharap ekonomi bisa tumbuh kuat dan inklusif di rentang 4.8-5.0 persen dan untuk tahun depan (ekonomi tumbuh) karena ditopang pertumbuhan kredit berkisar 9-11 persen,” ujarnya.
Dinilai Tepat Pangkas Suku Bunga
Ryan menilai keputusan BI memangkas BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,25 persen adalah langkah yang tepat dan taktis. Bahkan, dia mengaku menjadi salah satu ekonom yang sudah memproyeksikan penurunan suku bunga acuan dalam RDG BI yang digelar pekan ini.
“Keputusan RDG BI hari ini saya nilai tepat, taktis, cermat, dan forward looking,” kata Ryan.
Menurut dia, kebijakan ini penting untuk mendukung pemulihan ekonomi di tengah sinyal-sinyal pelemahan yang sudah jelas terlihat.
Dia merinci, pertumbuhan PDB kuartal I 2025 hanya 4,87 persen dan diproyeksikan melambat ke 4,7 persen oleh IMF dan lembaga-lembaga lainnya.
Sementara PMI manufaktur di bawah 50 menandakan kontraksi, inflasi relatif rendah, permintaan kredit menurun dari bulan ke bulan, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terus terjadi di berbagai sektor.
Ryan juga menyoroti stabilitas nilai tukar rupiah yang sudah “priced-in” dengan perkembangan global dan domestik.
“Ini yang memberi ruang bagi BI untuk lebih longgar (turunkan suku bunga),” jelas Ryan.
Baca juga: Bos BI Beberkan Dampak Positif dari Hasil Negosiasi Tarif Trump
Sementara menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, keputusan menurunkan suku bunga acuan 25 basis poin menjadi 5,25 persen ini konsisten dengan semakin rendahnya perkiraan inflasi tahun 2025 dan 2026 dalam sasaran sasaran 2,5±1 persen.
Selain itu, terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamental, serta perlunya untuk terus mendorong pertumbuhan ekonomi, jadi pertimbangan untuk menurunkan suku bunga.
“Ke depan, BI akan terus mencermati ruang penurunan suku bunga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah dan pencapaian sasaran inflasi sesuai dengan dinamika yang terjadi pada perekonomian global dan domestik,” ujarnya. (*)










