Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyatakan, dampak dari diterbitkannya aturan marketplace yang ditunjuk sebagai pemungut pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 tidak akan langsung dirasakan pada tahun ini.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak DJP Yon Arsal menyampaikan, aturan ini tujuannya bukan hanya sekadar mengejar penerimaan negara. Namun, menurutnya, dampak besarnya akan terlihat dari peningkatan kepatuhan pajak dan penyederhanaan administrasi perpajakan.
“Dampaknya tidak semata-mata langsung tahun ini akan kita rasakan. Kita melihat dampaknya ini sebagai sebuah kerangka, seperti kepatuhan wajib pajak, dan kemudahan administrasi,” kata Yon Arsal dalam Media Briefing DJP, dikutip, Selasa, 15 Juli 2025.
Baca juga: Mulai Berlaku! Ini Kriteria Pedagang Online Kena Pajak 0,5 Persen
Yon Arsal menyampaikan, dampak yang diharapkan utamanya adalah untuk meningkatkan kepatuhan sukarela dari wajib pajak.
“Jadi dampaknya ini jauh lebih besar daripada dampak rupiahnya yang mungkin menjadi sasaran. Dampak yang kita harapkan adalah wajib pajak yang pertama, meningkatnya kepatuhan sukarela dari wajib pajak,” tambahnya.
Selain itu, kata Yon Arsal, dengan aturan baru ini, merchant akan lebih mudah dalam melakukan administrasi perpajakan. Sebab, selama ini pelaku usaha yang melaporkan pajak secara mandiri, namun setelah adanya aturan pajak e-commerce atau PMK Nomor 37 Tahun 2025, maka platform online tersebut yang akan membantu menghitungkan dan memotong pajak secara langsung.
“Merchant ini menjadi lebih mudah, kalau berdasarkan observasi dan diskusi kita dengan para merchant, banyak sekali merchant yang juga ingin diperlakukan sama, kalau bisa dipotongin pajaknya sehingga mereka juga menjadi tidak lagi bermasalah dengan kewajiban perpajakan,” ungkapnya.
Meski demikian, Yon Arsal menyebut, ketidakpatuhan wajib pajak muncul bukan dikarenakan untuk menghindari pajak, melainkan kurangnya informasi, pemahaman, dan infrastuktur oleh wajib pajak.
“Kita berharap dengan simplifikasi dan kemudahan administrasi ini, kepatuhannya wajib pajak dapat kita tingkatkan,” imbuhnya.
Baca juga: Wacana Pajak UMKM E-Commerce, DPR Minta Evaluasi Mendalam
Seperti diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi menerbitkan aturan terkait pemungutan pajak penghasilan terhadap pengusaha e-commerce atau pedagang online di marketplace (lokapasar). Aturan ini mulai berlaku 14 Juli 2025.
Dalam pasal 8 ayat 1 belied tersebut disebutkan, pedagang akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar 0,5 persen dari peredaran bruto (omzet bruto) yang diterima atau diperoleh pedagang dalam negeri yang tercantum dalam dokumen tagihan, tidak termasuk pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).
Dalam hal ini, PPh Pasal 22 sebesar 0,5 akan dikenakan bagi pedagang dalam negeri perorangan yang memiliki peredaran bruto pada tahun pajak berjalan di atas Rp500 juta.
Namun, pada pasal 10 ayat 1 disampaikan bahwa pedagang dengan omzet setara atau di bawah Rp500 juta per tahun tidak akan dipungut PPh Pasal 22. (*)
Editor: Galih Pratama










