Jakarta – Pemerintah bersama DPR RI menyepakati perluasan basis penerimaan bea keluar pada 2026 guna mendukung optimalisasi penerimaan negara.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, dalam Rapat Kerja terkait Pengambilan Keputusan atas Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBN 2026, di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin, 7 Juli 2025.
Misbakhun mengatakan, perluasan basis penerimaan merupakan salah satu kebijakan teknis kepabeanan dan cukai sebagai implementasi kebijakan umum perpajakan.
“Perluasan basis penerimaan bea keluar, di antaranya terhadap produk emas dan batu bara di mana pengaturan teknisnya mengacu pada peraturan Kementerian ESDM,” kata Misbakhun.
Baca juga: BPS: Nilai Ekspor CPO dan Batu Bara Turun, Besi-Baja Tumbuh
Sebagaimana Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 38 tahun 2024, emas memang sudah dikenai bea keluar, namun hanya pada emas mentah/konsentrat/dore bullion.
Selain itu, untuk batu bara sudah tidak termasuk komoditas yang dikenai bea keluar sejak 2006, yang hanya dikenakan tarif royalti sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Sementara itu, DPR juga mendorong pemerintah untuk melakukan ekstensifikasi barang kena cukai (BKC) baru dengan pengenaan cukai terhadap Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK).
“Ekstensifikasi BKC antara lain melalui penambahan objek cukai baru berupa Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK),” ujar Misbakhun.
Baca juga: Bea Cukai Pastikan Harga Eceran Rokok Konvensional dan Elektrik Naik di 2025
Kemudian, disepakati juga intensifikasi kebijakan penyesuaian tarif cukai hasil tembakau (CHT) berlandaskan empat pilar yakni, pengendalian konsumsi, penerimaan negara, keberlangsungan tenaga kerja, dan pengawasan rokok ilegal.
“Dengan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) sebagai bantalan kebijakan,” tambahnya.
Terakhir, Misbhakun menyatakan, pemerintah dan DPR menyepakati intensifikasi tarif bea masuk komoditas tertentu guna mendukung penerimaan negara dari kepabeanan dan cukai. (*)
Editor: Yulian Saputra









