Jakarta – Kementerian Keuangan melaporkan hingga Juni atau semester I 2025 APBN mengalami defisit 0,84 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau setara Rp204,2 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui, defisit APBN hingga semester I 2025 ini melebar bila dibandingkan periode sama tahun lalu yang mencapai 0,34 persen dari PDB atau Rp77,3 triliun.
Bendahara negara ini membeberkan, melebarnya defisit ini disebabkan oleh penerimaan pajak pada Januari dan Februari 2025 mengalami kontraksi yang cukup dalam.
“Defisit masih kita jaga untuk tahun 2025 ini semester I mencapai Rp204,2 triliun lebih lebar dibandingkan tahun lalu. Namun kira berharap di semester II akan recover,” ujar Sri Mulyani saat menyampaikan laporan sementara realsiasi APBN semester I 2025 di DPR RI, Selasa, 1 Juli 2025.
Baca juga: DPR Minta Ekonomi 2026 Tumbuh di Atas 6 Persen, Sri Mulyani Ungkap Tantangannya
Kementerian Keuangan juga mencatat keseimbangan primer mencatatkan surplus Rp 52,8 triliun hingga semester I 2025.
Berdasarkan paparannya, realsiasi pendapatan negara hingga semester I 2025 mencapai Rp1.201,8 triliun atau 40 persen dari target.
Realisasi tersebut tercatat lebih rendah 9 persen year on year (yoy) bila dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar Rp1.320,7 triliun.
Selanjutnya, realisasi belanja negara mencapai Rp1.406 triliun, atau 38,8 persen dari target. Realisasi belanja tersebut tercatat meningkat bila dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar 0,6 persen yoy yang mencapai Rp 1.398 triliun.
Baca juga: Harga Minyak Dunia Imbas Konflik Iran-Israel Ancam Kinerja APBN
Sementara, pendapatan negara terkontraksi 9 persen yoy dipengaruhi tren penurunan harga Indonesian Crude Price (ICP), pengalihan dividen BUMN ke BPI Danantara, dan kebijakan PPN secara terbatas atas barang mewah.
Sedangkan, belanja negara tumbuh 0,6 persen yoy. Hal ini sejalan dengan pencapaian target pembangunan di bidang pendidikan dan kesehatan, mendorong perekonomian di daerah (MBG, pemberdayaan Desa/UMKM), program prioritas seperti ketahanan pangan dan energi, pertahanan semesta, investasi/hilirisasi. (*)
Editor: Galih Pratama










