DealStreetAsia Beberkan Faktor-faktor yang Guncang Kepercayaan Investor di Indonesia

DealStreetAsia Beberkan Faktor-faktor yang Guncang Kepercayaan Investor di Indonesia

Jakarta – Investasi di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, tengah menghadapi berbagai tantangan serius. Joji Thomas Philip, Founder & Editor-in-Chief DealStreetAsia, mengungkap sejumlah peristiwa yang memengaruhi sentimen investor terhadap perekonomian Indonesia.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah masyarakat kelas menengah di Indonesia kini tercatat sebanyak 47,85 juta jiwa, turun signifikan dari 57,33 juta jiwa pada 2019.

Penurunan ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk dampak pandemi COVID-19, produksi manufaktur yang belum pulih sepenuhnya, inflasi, serta keterbatasan skema bantuan sosial.

Baca juga: Investor Simak! Pekan Ini IHSG akan Dipengaruhi 2 Sentimen Berikut

“Ada banyak alasan. Bisa jadi karena dampak COVID-19 yang masih berlangsung, produksi manufaktur yang belum berjalan. Ada juga beberapa faktor lain seperti inflasi atau kurangnya skema bantuan sosial,” ungkap Joji dalam acara Indonesia PE-VC Summit 2025, Kamis, 16 Januari 2025.

Hal ini memicu kekhawatiran akan turunnya daya beli masyarakat, yang berpotensi membuat investor enggan berinvestasi karena pasar kelas menengah dianggap kurang menjanjikan.

Faktor Teknologi dan Kepercayaan Investor

Masalah lain yang disorot Joji adalah berkurangnya jumlah startup teknologi akibat berbagai skandal, termasuk fraud dan penipuan akuntansi. Hal ini memperburuk citra pasar Indonesia di mata investor.

“Beberapa perusahaan teknologi telah menghadapi skandal, penipuan akuntansi dan sebagainya. Dan itu berdampak besar pada kepercayaan investor kepada pasar,” terang Joji.

Sebagai contoh, Joji menyebut penurunan saham Bukalapak hingga 80 persen akibat penutupan layanan marketplace. Fenomena ini tak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di beberapa negara Asia Tenggara lainnya.

Baca juga: Suku Bunga BI Dipangkas, 3 Saham Big Banks Ini Diburu Asing

Joji juga menyoroti minimnya investasi di sektor artificial intelligence (AI) di Asia Tenggara. Dari USD 60 miliar investasi yang masuk, mayoritas justru mengalir ke perusahaan internasional.

“Sebagian besar investor masih skeptis terhadap kemampuan startup AI Asia Tenggara dan Indonesia dalam membangun model yang scalable, atau model inovatif yang dapat bersaing dengan seluruh dunia,” paparnya.

Peluang Investasi di Indonesia

Meski menghadapi tantangan, Joji juga menjelaskan beberapa peluang investasi yang bisa ditemukan. Dari pasar modal misalnya, Joji melihat ada beberapa perusahaan yang baru melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI), dan berpotensi membawa investor baru.

“Namun hasil akhir dari IPO masih akan bergantung pada banyak faktor global. Mulai dari kartu suku bunga hingga geopolitik, situasi ekonomi secara keseluruhan,” imbuh Joji.

Baca juga: Bukalapak Masih Punya Sisa Dana IPO Rp9,33 Triliun, Intip Rincian Penggunaannya

Ada juga fakta bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang masih belum tersentuh digitalisasi. Dijelaskan bahwa 48 persen penduduk Indonesia masih belum memiliki rekening bank. Jauh di atas India yang jumlahnya 20 persen dan 10 persen milik Tiongkok.

Lebih lanjut, hanya 12 persen penduduk Indonesia yang menggunakan pembayaran digital. Sementara, 20-30 persen penduduk di India dan 70 persen masyarakat Tiongkok sudah memanfaatkannya.

“Masih ada peluang bagi perusahaan startup atau investor di Indonesia dalam hal ruang digital untuk menaruh investasi di ranah digital,” ungkapnya.

Baca juga: Sukses IPO, Harga Saham Bangun Kosambi (CBDK) Sentuh ARA Naik 25 Persen

Joji juga memuji kualitas sumber daya manusia Indonesia yang dianggap mampu bersaing di tingkat global. Ia berharap ini bisa menjadi daya tarik investasi dari perusahaan asing.

Selain itu, beberapa perusahaan lokal telah menjalin kerja sama strategis dengan korporasi luar negeri, yang diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor. (*) Mohammad Adrianto Sukarso

Related Posts

News Update

Top News