INDEF Ramal Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Stagnan 5 Persen pada 2025, Ini Penyebabnya

INDEF Ramal Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Stagnan 5 Persen pada 2025, Ini Penyebabnya

Jakarta – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 akan stagnan di level 5 persen.

Ekonom Senior INDEF sekaligus Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini, menyatakan bahwa stagnasi ini disebabkan oleh absennya strategi kebijakan yang mampu melepaskan sektor industri dari jebakan deindustrialisasi dini.

“PMI sektor tersebar di dalam kue ekonomi ini terus menurun dan jatuh di bawah 50 persen. Dengan sektor industri yang diabaikan tanpa kebijakan berarti seperti ini, apakah layak kita berharap tumbuh 8 persen?” kata Didik dalam keterangannya, dikutip, Jumat, 27 Desember 2024.

Baca juga: Kenaikan PPN 12 Persen Perparah Kesenjangan Ekonomi

Sektor Industri Tumbuh Rendah

Didik menjelaskan, sektor industri selama beberapa tahun terakhir hanya tumbuh sekitar 3-4 persen. Hal ini menunjukkan kinerja yang jauh dari memadai untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen, apalagi target 7 persen yang pernah dicanangkan Presiden Jokowi atau target 8 persen pada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

“Jika industri tumbuh rendah seperti ini, maka lupakan target yang tinggi tersebut.  Selama pemerintahan Jokowi sektor ini diabaikan sehingga target pertumbuhan 7 persen sangat meleset,” jelasnya.

Didik menambahkan sektor industri telah terjebak dalam deindustrialisasi dini. Menurutnya, jebakan ini harus bisa diterobos dengan reindustrialisasi berbasis sumber daya alam yang melimpah di Indonesia. Reindustrialisasi ini harus diarahkan untuk bersaing di pasar internasional sekaligus mendominasi pasar domestik.

Baca juga: Simak Jadwal Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bank Indonesia 2025

Strategi industri yang terbukti sukses di negara-negara maju, lanjutnya, adalah berbasis pada sumber daya alam (resouce-based industry), industri berorientas ekspor (export-led industry) atau industri berorientasi ke luar (outward-looking industri).  Strategi industri ini pernah dijalankan pemerintah Indonesia pada era 1980-an hingga awal 1990-an, yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi 7-8 persen.

“Tanpa perubahan strategi seperti ini maka mustahil mencapai target pertumbuhan 8 persen. Strategi industri bersaing di pasar internasional ini menjadi kunci berhasil atau tidaknya target pertumbuhan tersebut,” pungkas Didik.

Baca juga: Kemenkraf Proyeksi Tiga Tren Ekonomi Kreatif 2025, Apa Saja?

Ia juga mengakui bahwa perlambatan permintaan global menjadi tantangan tersendiri untuk menembus pasar internasional. Oleh karena itu, menurutnya, Indonesia perlu menjajaki pasar-pasar baru di luar Eropa, Cina, dan Amerika Serikat sebagai target utama perdagangan luar negeri.

“Para duta besar diberi target untuk meningkatkan ekspor dan menjadikan neraca dagang bilateral menjadi positif,” tambahnya. (*)

Editor: Yulian Saputra

Related Posts

News Update

Top News