Jakarta — PT Jalin Pembayaran Nusantara (Jalin), sebagai bagian dari Holding BUMN Danareksa, memperkuat komitmennya terhadap keamanan pembayaran digital dan kesiapan operasional dalam mengantisipasi lonjakan transaksi keuangan selama periode peak season Hari Raya Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 (Nataru 2024/2025).
Komitmen ini disampaikan dalam Forum Link Nataru 2024/2025 yang digelar Rabu (18/12) di Jakarta, sebagai upaya memastikan kelancaran layanan operasional serta memitigasi potensi kendala selama puncak aktivitas transaksi bagi industri perbankan dan fintech.
Bank Indonesia (BI) memproyeksikan kebutuhan uang tunai sebesar Rp133,7 triliun selama Nataru 2024/2025, meningkat 2,56 persen dari realisasi periode Nataru 2023 yang mencapai Rp130,37 triliun. Proyeksi ini juga mempertimbangkan lonjakan transaksi pembayaran nontunai yang diperkirakan akan meningkat secara signifikan.
Hal ini sejalan dengan kebutuhan masyarakat, di mana diperkirakan lebih dari 110,6 juta orang akan melakukan perjalanan selama perayaan Nataru 2024/2025.
Peningkatan ini diharapkan turut mendorong penggunaan layanan pembayaran digital, termasuk QRIS, sebagai solusi yang lebih praktis dan efisien.
Direktur Operasional Jalin, Argabudhy Sasrawiguna, menyatakan kesiapan Jalin dalam menghadapi periode peak season Nataru 2024/2025. Pihaknya telah menyiagakan personel 24/7 untuk memastikan operasional jaringan ATM Link dan layanan transaksi digital lainnya, seperti QRIS dan Debit, berjalan lancar sepanjang periode ini.
“Kami juga mengoperasikan Posko Nataru yang aktif sejak 23 Desember 2024 hingga 5 Januari 2025, berfokus pada titik-titik tanggal dengan peningkatan transaksi tertinggi. Posko ini akan mendukung lebih dari 80 member perbankan dan fintech yang tergabung dalam layanan Link,” jelas Arga, dikutip Kamis, 19 Desember 2024.
Baca juga: BRI Gandeng Artajasa, Kini Bank Mana Saja Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di ATM BRI
Baca juga: BI Siapkan Uang Tunai Rp133,7 Triliun untuk Kebutuhan Nataru
Merespons dinamika tersebut, Jalin menyadari bahwa keberlanjutan ekosistem pembayaran digital membutuhkan infrastruktur yang andal untuk menjamin kelancaran transaksi, baik tunai maupun nontunai.
Transformasi digital di sektor keuangan memberikan peluang besar untuk efisiensi dan inklusi keuangan, tetapi juga menghadirkan tantangan baru dalam bentuk risiko terhadap keamanan data dan sistem pembayaran.
Indarto Prasetyo Bramono, Ketua Tim Keamanan Teknologi Informasi & Komunikasi, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), mengungkapkan bahwa periode peak season sering kali menjadi puncak peningkatan aktivitas transaksi yang memerlukan pengawasan ketat terhadap potensi transaksi mencurigakan.
Dari Januari sampai dengan November 2024, telah diterima 121.253 Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM), di mana 21,3 persen di antaranya terkait dengan kasus penipuan, dan angka ini diperkirakan akan meningkat pada periode peak season ini.
Kondisi ini menegaskan pentingnya penerapan keamanan yang komprehensif, mencakup aplikasi, jaringan, end-point, dan akses, serta teknologi deteksi dini yang mampu mengidentifikasi pola anomali transaksi secara real-time untuk meminimalkan potensi transaksi mencurigakan.
Sementara, Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) turut menanggapi situasi ini dengan mendorong kolaborasi lintas sektor untuk meningkatkan literasi masyarakat tentang risiko keamanan siber.
“Sebagai bagian dari ekosistem sistem pembayaran digital, ASPI mengajak industri perbankan dan fintech untuk mengedukasi masyarakat mengenai cara melindungi data pribadi dan menghindari ancaman siber seperti phishing dan penipuan digital lainnya,” ujar Tata Martadinata, Head of Product & Technology ASPI.
“Kami berharap kolaborasi ini tidak hanya meningkatkan kesadaran publik, tetapi juga membangun ekosistem pembayaran yang lebih aman dan inklusif sebagai bagian dari tanggung jawab bersama,” tambahnya.
Dengan berbagai langkah strategis yang telah disiapkan, Jalin bersama para pemangku kepentingan di industri sistem pembayaran nasional berkomitmen untuk menghadirkan ekosistem keuangan digital yang aman, andal, dan inklusif selama periode Nataru 2024/2025.
“Kolaborasi lintas sektor, peningkatan literasi masyarakat, dan penerapan teknologi deteksi dini menjadi pilar utama dalam mengatasi tantangan operasional dan keamanan selama periode Nataru 2024/2025 ini. Dengan sinergi yang baik, kami optimis dapat mendukung kelancaran operasional transaksi sistem pembayaran nasional untuk memberikan nilai tambah bagi industri perbankan dan fintech selama perayaan Natal dan Tahun Baru,” tutup Arga. (*) Ari Nugroho