Jakarta – Penasihat Khusus Presiden di Bidang Haji, Muhadjir Effendy, menyampaikan pandangannya terkait penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia, mulai dari jumlah pelaksanaan ibadah haji, durasi ibadah haji hingga biaya ibadah haji yang didominasi transportasi.
Menurutnya, ibadah haji seharusnya dilakukan satu kali saja. Jika lebih dari itu, artinya mengambil hak milik orang lain.
“Bagi saya, haji itu wajib sekali saja. Kalau kita haji dua kali dan merampas hak milik orang lain yang belum haji, maka hukumnya berubah untuk kita,” ujar Muhadjir dalam sambutannya di perayaan Milad Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) ke-7, di Jakarta, Kamis, 12 Desember 2024.
Muhadjir juga mengungkapkan pandangannya mengenai durasi pelaksanaan haji. Ia menyarankan agar durasi haji yang biasanya mencapai satu bulan bisa dipersingkat.
Baca juga: Anggaran BP Haji dan BPJPH 2025 Naik jadi Rp179,73 Miliar
Baca juga: BPKH Ajak Pemuda Gunakan DP Haji sebagai Mahar Pernikahan
“Kenapa haji Indonesia lama sekali? Urutannya itu kan ada ihram, tawaf, sai, dan wukuf. Menurut saya itu seminggu cukup. Kenapa harus lama satu bulan? Ini yang masih kami pelajari,” lanjutnya.
Selain itu, Muhadjir pun menyoroti masalah biaya haji yang masih cukup tinggi. Ia mencatat bahwa sekitar 70 persen dari total biaya haji digunakan untuk transportasi, terutama biaya pesawat.
“Kalau biaya pesawat bisa diefisiensikan, itu lama haji bisa dikurangi dan biaya haji bisa ditekan. Kemudian, sejumlah bahan makanan untuk jemaah haji bisa dipasok dari Indonesia, sehingga tidak perlu impor dari luar negeri,” tambahnya.
Di kesempatan yang sama, Muhadjir memberikan ucapan selamat ulang tahun kepada BPKH yang merayakan ulang tahun ke-7. Ia mengungkapkan BPKH adalah badan yang strategis untuk meningkatkan pelayanan jamaah haji Indonesia, terutama dukungan finansial agar dana jamaah haji bisa dikelola dengan baik.
“Harapannya kedepan BPKH terus berkomitmen untuk menjadikan ibadah haji lebih efisien, bermakna, serta memberikan pelayanan yang menggembirakan bagi jemaah,” pungkasnya. (*) Ayu Utami