Bandung – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menggelontorkan klaim penjaminan simpanan nasabah bank senilai Rp2,82 triliun sejak awal beroperasi 2005 hingga 31 Oktober 2024.
Dari total klaim tersebut, terdapat 137 bank yang dicabut izin usahanya dengan rincian simpanan di bank umum Rp202 miliar dan BPR/BPRS Rp2,62 triliun, dari total rekening sebanyak 413.397 rekening.
Sementara, selama 2024 sampai dengan 31 Oktober 2024, LPS telah melakukan penanganan simpanan terhadap 15 bank yang dicabut izin usahanya.
Adapun rinciannya, total simpanan yang telah dibayarkan oleh LPS sebanyak Rp735,26 miliar dari total rekening sebanyak 108.116 rekening.
Baca juga: Izin Usaha BPRS di Aceh Dicabut, LPS Siapkan Pembayaran Simpanan Nasabahnya
Hal tersebut disampaikan LPS dalam workshop media nasional di Gaia Hotel Bandung, Jawa Barat, Sabtu, 30 November 2024. Kegiatan ini dalam rangka mendukung penguatan literasi ekonomi praktisi media.
Dalam acara tersebut, LPS menyampaikan pemahaman terhadap teori-teori ekonomi yang sering menjadi pembahasan media di bidang ekonomi. Antara lain mengenai konsep pendapatan nasional, inflasi, neraca pembayaran, kebijakan moneter, kebijakan fiskal, pemanfaatan data statistik keuangan, data perbankan dan lainnya.
“Harapannya, dengan pemahaman konsep ekonomi makro ini para praktisi media dapat memberikan informasi dan pencerahan kepada masyarakat tentang kebijakan-kebijakan ekonomi dari pemerintah secara komprehensif dan tepat. Selain itu juga dapat menyampaikan pesan-pesan yang memang menjadi fokus lembaga atau regulator di negara Indoesia, termasuk dari LPS,” ujar Direktur Group Riset LPS, Seto Wardono.
Baca juga: LPS Pastikan Stabilitas Industri Perbankan dan Asuransi Terjaga
Salah satu hal yang menarik dan menjadi tema sharing session tersebut antara lain mengenai pertumbuhan ekonomi dan juga inflasi. Di mana sama seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi juga bersifat seasonal. Pada bulan tertentu misalnya pada Januari, Desember atau pada saat bulan Ramadan inflasi biasanya tinggi.
“Kita bisa memahami perilaku siklus ini karena pada bulan lain, misalnya saat terjadi panen raya padi, dapat terjadi deflasi,” jelasnya.
Mengutip rilis data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mencatat inflasi sebesar 0,16 persen month to month (mom) pada Oktober 2024, setelah sebelumnya lima bulan deflasi. Namun demikian, inflasi Indonesia tercatat turun menjadi 1,7 persen year on year pada Oktober 2024. (*)