Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Laporan Surveillance Perbankan Indonesia (LSPI) triwulan II 2024 yang memuat overview dan analisis kondisi perekonomian global dan domestik serta kaitannya dengan perkembangan kinerja, penyaluran kredit dan pembiayaan, serta profil risiko yang dihadapi oleh perbankan.
Saat ini, ketidakpastian pasar keuangan global masih cukup tinggi. Antara lain dipengaruhi oleh laju penurunan inflasi yang masih berada di atas target, mendorong The Fed mempertahankan suku bunga Fed Funds Rate (FFR) tinggi dalam jangka waktu lama (high for longer) hingga Juni 2024 dan baru melakukan pemangkasan FFR pada FOMC September 2024.
Selain itu, perlu diperhatikan juga faktor risiko seperti perkembangan konflik geopolitik di Timur Tengah dan Ukraina, disrupsi jalur perdagangan di Laut Merah, dan faktor perubahan iklim yang berpotensi memicu peningkatan harga komoditas dan inflasi ke depan.
Baca juga: STAR Asset Management: Sektor Perbankan jadi Peluang Emas di Tengah Koreksi Pasar Saham
“Di tengah perkembangan global tersebut, pada triwulan II 2024 ekonomi domestik tetap terjaga meskipun sedikit melandai, antara lain ditopang oleh pertumbuhan ekspor yang lebih tinggi meskipun pertumbuhan konsumsi, investasi, dan pengeluaran pemerintah melambat dibandingkan triwulan II 2023,” kata Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi, M. Ismail Riyadi dalam keterangan resmi dikutip 18 November 2024.
Sementara, ekonomi domestik diklaim tetap kuat. Ini tercermin pada indikator perbankan di triwulan II 2024. Pada pertumbuhan kredit (bank umum) masih cukup baik, yaitu sebesar 12,36 persen (yoy), meningkat dari periode yang sama tahun sebelumnya (7,76 persen, yoy).
Pertumbuhan kredit tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan dari segmen korporasi yang baik sejalan dengan penjualan yang baik dan kemampuan bayar yang kuat.
Di sisi lain, Dana Pihak Ketiga (DPK) juga masih tumbuh yaitu sebesar 8,45 persen (yoy) meningkat dari tahun sebelumnya (5,79 persen, yoy) sehingga menjadi salah satu faktor pendorong terjaganya likuiditas perbankan.
Dalam situasi demikian, kondisi likuditas bank umum terpantau masih cukup memadai sebagaimana tecermin dari rasio AL/NCD dan AL/DPK masing-masing sebesar 112,33 persen dan 25,37 persen, jauh di atas threshold masing-masing 50 persen dan 10 persen.
Tingkat permodalan juga cukup solid dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) sebesar 26,09 persen meskipun menurun dari tahun sebelumnya didorong oleh pertumbuhan ATMR yang tumbuh 9,91 persen (yoy), sejalan dengan pertumbuhan kredit, dan melampaui pertumbuhan modal.
Risiko kredit juga terpantau membaik dengan rasio Non Performing Loan (NPL) gross yang meningkat menjadi sebesar 2,26 persen dan NPL net sedikit meningkat menjadi 0,78 persen.
Sejalan dengan kinerja bank umum, kinerja Bankk Perekonomian Rakyat (BPR) dan BPR Syariah (BPRS) juga cukup baik kendati pertumbuhan kredit/pembiayaan serta DPK relatif melambat dibandingkan tahun sebelumnya. Rasio permodalan juga masih cukup solid dengan CAR BPR dan BPRS masing-masing sebesar 31,75 persen dan 23,09 persen.
Baca juga: Finalisasi KUB dengan Bank Jatim, Bank Banten Optimis Segera Teken Shareholder Agreement
Risiko Pasar dan Likuiditas
Ke depan, tetap perlu diperhatikan risiko perbankan utamanya risiko pasar dan risiko likuiditas di tengah masih tingginya ketidakpastian global. Mulai dari risiko ketidakpastian suku bunga, perkembangan ekonomi Tiongkok, serta kenaikan tensi geopolitik yang dapat berpotensi meningkatkan tekanan ekonomi domestik. Adapun terkait kredit yang direstrukturisasi juga mengalami penurunan dengan jumlah yang relatif kecil yang berubah menjadi NPL.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Dian Ediana Rae menyampaikan bahwa OJK terus mencermati perkembangan volatilitas ekonomi global dan dampaknya kepada ekonomi domestik serta perbankan Indonesia.
Hal tersebut dilakukan seiring dengan pengawasan perbankan secara individual yang intensif dan berkelanjutan yang diharapkan mampu menjaga stabilitas sistem keuangan dan perbankan Indonesia pada tahun ini dan tahun-tahun mendatang.
“Selanjutnya, kami juga meminta bank-bank agar terus memperhatikan aspek kehati-hatian (prudential banking), profesionalisme, inovatif, dan selalu menjaga integritas untuk bisa mencapai pertumbuhan yang tinggi dan sehat,” ujar Dian. (*)