Jakarta – Program makan bergizi gratis yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto dinilai memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Chief Economist Mandiri Sekuritas, Rangga Cipta menjelaskan bahwa kebijakan ini memiliki kemiripan dengan bantuan sosial (bansos), namun dengan pendekatan berbeda.
“Kalau bansos kan rakyat terima uang, lalu itu untuk belanja. Namun, jika makan siang gratis, rakyat dikasih makan. Uang yang tadinya buat beli makan, bisa dibelikan barang-barang yang lain,” ucap Rangga saat acara “Market Outlook: The New Government Era” yang diadakan Grow Investments di Jakarta, belum lama ini.
Rangga menguraikan bahwa total anggaran untuk program makan bergizi gratis pada tahun depan mencapai Rp70 triliun, dengan Rp20 triliun dialokasikan bagi pembangunan fasilitas dapur umum, sedangkan Rp50 triliun untuk bahan baku makanan. Melalui total anggaran Rp70 triliun saja, ada banyak sektor yang bisa diuntungkan.
“Dapur umum ya konstruksi, semen misalkan. Lalu, untuk makanannya juga ini kan yang protein tinggi. Itu bisa mendorong pertumbuhan sektor F&B di Indonesia. Secara umum, saya lihat program ini akan berdampak positif,” tegas Rangga.
Baca juga: Ditanya DPR Soal Anggaran Bansos hingga Makan Siang Gratis, Begini Jawaban Sri Mulyani
Ia juga menerangkan bahwa pemerintahan membutuhkan dana besar untuk melaksanakan program-program fiskal seperti ini. Sumber dana utama akan diperoleh dari pajak, yang diproyeksikan tumbuh 12 persen tahun depan.
Salah satu langkah utama adalah penerapan Core Tax Administration System (CTAS) pada awal 2025, yang diperkirakan dapat meningkatkan pendapatan pemerintah sekitar 1,5 persen terhadap PDB nasional.
“Initinya ini bakal mempermudah pemerintah untuk mengumpulkan dana dari rakyat. Ini akan tersentralisasi dan terdigitalisasi. Jadi, penyatuan NPWP dan KTP adalah bagian dari CTAS,” tuturnya.
Baca juga: Ekonom Indef Pertanyakan Sumber Anggaran Program Makan Siang Gratis Prabowo
Selain itu, pemerintah berencana menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen pada 2025, sebagaimana diatur Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Langkah ini diharapkan mampu menambah pendapatan negara hingga Rp80 triliun.
“Yang terakhir adalah penerapan cukai. Kita tahu kan ada cukai rokok ya. Nanti cukai ada juga untuk minuman berpemanis. Semangatnya untuk mengurangi risiko penyakit diabetes, dan ini akan dijalankan di semester kedua tahun 2025,” paparnya.
“Jadi, ini semua adalah jurus-jurus pemerintah untuk menambah revenue,” pungkas Rangga. (*) Steven Widjaja