Riset: Budaya Nongkrong Kelas Menengah Bertahan di Tengah Krisis Daya Beli

Riset: Budaya Nongkrong Kelas Menengah Bertahan di Tengah Krisis Daya Beli

Jakarta – Managing Partner Inventure, Yuswohady menyatakan bahwa budaya nongkrong di kalangan masyarakat Indonesia sulit untuk dihilangkan, meskipun daya beli masyarakat tengah melemah.

Hasil riset Inventure menunjukkan bahwa di tengah ketidakstabilan ekonomi, banyak kelas menengah terpaksa memotong anggaran mereka.

“Pos pengeluaran yang paling besar dan prioritas dipangkas adalah salah satunya produk skincare premium,” kata Yuswohady dalam acara Indonesia Market Outlook 2025, di Jakarta, Selasa, 22 Oktober 2024.

Baca juga: Kinerja Moncer, Tugu Insurance Boyong 2 Penghargaan di Top 20 Financial Institutions Award 2024

Yuswohady menjelaskan bahwa saat krisis ekonomi, terjadi fenomena lipstick effect, di mana konsumen lebih memilih membeli barang-barang mewah yang lebih terjangkau dibandingkan menghabiskan tabungan untuk barang mahal.

“Jadi di masa krisis, muncul namanya lipstick effect, orang akan cenderung spending ke hal-hal mewah tapi sifatnya lebih affordable. Misalnya, dine-out di mal,” jelas Yuswohady.

Meski demikian, Yuswohady menambahkan bahwa produk skincare dengan harga terjangkau masih akan dipertahankan oleh konsumen.

Namun, menariknya adalah bahwa biaya untuk makan di luar merupakan salah satu pos pengeluaran yang paling sedikit dipangkas, bahkan tidak menjadi prioritas untuk dikurangi, diikuti oleh anggaran pendidikan non-formal atau tambahan.

“Jadi ini menunjukkan bahwa di Indonesia kelas menengah, budaya nongkrong dan budaya makan menjadi hal yang sangat penting. sehingga ketika daya beli mereka turun itu tidak prioritas di pangkas itu tidak besar atau kecil dipangkas,” imbuhnya. (*)

Editor: Yulian Saputra

Related Posts

News Update

Top News