Bali – Kepala Eksekutif Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono mengungkapkan tantangan-tantangan di sektor perasuransian ke depan berdasarkan tiga perspektif, di antaranya perspektif konsumen, perspektif industri, dan perspektif regulasi.
Ia menjabarkan, di perspektif konsumen meliputi literasi dan inklusi asuransi, tingkat kepercayaan atau bagaimana level of confidence masyarakat terhadap asuransi, serta keberagaman produk asuransi yang belum dipahami. Kemudian, di perspektif industri yaitu peningkatan permodalan, pemenuhan tenaga ahli, serta digitalisasi untuk meningkatkan akses kepada produk asuransi.
“Perspektif industri ini meliputi tantangan untuk peningkatan modal minimum, kemudian bagaimana penerapan daripada ekspor yang dibutuhkan dalam industri perasuransian, khususnya equity dan juga dari investment skills terkait dengan digitalisasi bisnis dan perkembangan pendalaman pasar di sektor asuransi,” paparnya, dalam kegiatan Rendezvous Indonesia 2024, di Bali, Kamis, 10 Oktober 2024.
Baca juga: Pemerintah Dorong Pembiayaan Alternatif dan Kreatif untuk Tingkatkan Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan
Dia menambahkan di perspektif regulator, yaitu penetrasi dan densitas yang masih rendah, penerapan UU P2SK dan standar-standar internasional seperti IFRS 17.
“Di sisi regulatory kami juga memiliki tantangan bagaimana mengedukasi tentang international standard IFRS 17, PSAK 117 dan teknologi yang praktik sekaligus regulasi dari mulai perizinan, pengaturan dan pengawasan yang semakin baik,” tambahnya.
Dalam menjawab tantangan-tantangan tersebut, Ogi menekankan bahwa perusahaan juga perlu melakukan peningkatan modal agar lebih kuat menghadapi ketidakpastian ekonomi dan perkembangan zaman.
Baca juga: Begini Respons BEI Soal Prajogo Pangestu Borong Saham BREN
POJK Tentang Perizinan Usaha Perasuransian
Terkait hal tersebut, OJK telah menerbitkan POJK nomor 23 tahun 2023 tentang perizinan usaha perasuransian. Dalam POJK tersebut diatur pemenuhan permodalan untuk perusahaan baru maupun perusahaan existing.
“Kami telah sampaikan terkait dengan kebijakan dari OJK untuk menaikkan modal minimum, ekuitas minimum dari sebuah perusahaan. Dan rasanya ini sudah menjadi sebuah kebijakan yang harus dilakukan untuk bisa memperkuat kapasitas daripada industri perasuransian Indonesia. Kami berharap bahwa seluruh pelaku usaha sektor jasa keuangan bisa menyiapkan diri dan kami memberikan waktu yang cukup untuk peningkatan modal di perusahaan perasuransi,” tutur Ogi.
Di sisi lain, untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat dan penguatan terhadap industri asuransi, pemerintah mengamanatkan melalui UU P2SK untuk membentuk Program Penjamin Polis. Program ini akan dilakukan OJK bersama-sama dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
“Kami juga menyongsong untuk program penjamin polis bersama LPS yang akan meningkatkan kesadaran masyarakat pada industri perasuransian dan juga mengaktivasi potensial risk, serta financial system stability,” tutupnya. (*) Ayu Utami