Pengembangan UMKM Berbasis Risiko Operasional

Pengembangan UMKM Berbasis Risiko Operasional

Oleh Babay Parid Wazdi, Dirut Bank Sumut Dan Pemerhati UMKM

RISIKO operasional adalah resiko yang sangat berkaitan dengan tidak berfungsinya proses internal. Risiko ini diakibatkan oleh kesalahan sumber daya manusia dalam menjalankan usahanya. Dalam konteks pelaku UMKM, risiko operasional bisa digambarkan dengan terjadinya kebakaran, gagal membuat adonan kue, salah dalam takaran atau dosis bumbu, dan banyak lagi contoh penjabaran risiko operasional yang bisa lebih dijelaskan selanjutnya.

Selain dikarenakan kegagalan proses internal, risiko operasional juga bisa diakibatkan oleh faktor eksternal. Seperti pandemi Covid-19 yang menyerang karyawan maupun pelaku usaha secara langsung. Risiko operasional yang dipicu oleh masalah eksternal tersebut, nyatanya telah membuat banyak pelaku usaha mengalami kegagalan operasional.

Di mana produksi menjadi terganggu, layanan ke nasabah banyak mengandalkan jasa kurir, atau layanan tanpa tatap muka menggunakan bantuan media sosial. Pandemi Covid-19 telah mengakibatkan gangguan operasional yang melekat pada keseluruhan proses bisnis. Dan telah merugikan pelaku UMKM baik secara langsung maupun tidak langsung.

Temasuk kerugian lain yang timbul seperti pelaku UMKM yang kehilangan kesempatan untuk mendapat potensi keuntungan. Untuk itu, pelaku UMKM perlu mengembangkan sebuah sistem yang kuat yang dimulai dari penyediaan sumber daya manusia (SDM), ketentuan internal atau SOP sederhana (standard operating procedure), dan infrastruktur baik perlatan produksi maupun teknologi informasi. Sistem yang dibangun tersebut harus mampu memitigasi risiko operasional baik yang dipicu dari sisi internal dan eksternal.

Baca juga: Pengembangan UMKM Berbasis Risiko Likuiditas

Sehingga dibutuhkan sejumlah tahapan untuk memitigasi kemungkinan munculnya risiko operasional di masa yang akan datang.

Pertama adalah melakukan monitoring serta evaluasi terhadap kualitas kerja. Sekalipun rutinitas pekerjaan pada dasarnya akan berlangsung monoton setiap harinya, bukan berarti kualitas kerja akan mampu menghasilkan kinerja yang sama setiap waktu.

Karena tidak ada yang bisa dipastikan bahwa baik peralatan kerja seperti mesin dan alat pendukung lainnya akan menghasilkan output dengan kualitas terjamin setiap waktunya. Selain peralatan kerja, kualitas sumber daya manusia juga tidak bisa dipastikan akan sama setiap harinya. Gangguan kualitas SDM bisa terjadi dipicu oleh banyak hal, sehingga rentan memicu terjadinya risiko operasional.

Seperti kondisi kesehatan yang tidak stabil, beban masalah, rutinitas kerja monoton yang memicu kesalahan kerja karena sepele, muncul rasa bosan, stress, atau gangguan lain yang muncul baik dari sisi fisik dan psikis. Meskipun pada dasarnya pekerja akan berupaya untuk memenuhi standar kualitas yang ditetapkan. Namun kecelakaan kerja atau kesalahan tetap berpeluang terjadi kapan pun.

Karena tidak ada yang bisa memastikan bahwa kualitas sumber daya manusia akan berada dalam level yang sama setiap harinya. Hanya manusianya itu sendiri yang bisa memahami kualitas dirinya. Sementara itu pelaku UMKM hanya akan mengacu kepada standar kualitas yang sudah ditetapkan, dan harus mampu dipenuhi oleh pekerjanya.

Selain SDM, peralatan kerja yang nota bene merupakan benda mati juga tidak akan mampu menghasilkan kualitas output yang sama, terlebih jika dievaluasi dalam jangka panjang. Peralatan kerja sekalipun berbentuk mesin perkakas, juga membutuhkan perawatan rutin untuk memastikan agar kualitas produk yang dihasilkan bisa dijaga dalam level tertentu.

Tentunya ada banyak model peralatan kerja yang dimiliki oleh pelaku UMKM. Namun untuk mencegah terjadinya risiko operasional, pelaku UMKM bisa melakukan berbagai upaya untuk memastikan bahwa mesin terawat dengan baik dan bisa diandalkan.

Kedua, mengidentifikasi potensi kegagalan proses yang bisa sering terjadi. Bagi banyak pelaku UMKM, potensi kegagalan proses bisa dipicu dua hal yakni dari sisi eksternal maupun internal. Kegagalan proses yang dipicu oleh sisi eksternal merupakan kegagalan diluar kemampuan pelaku UMKM untuk mengendalikannya.

Seperti terjadinya pemadaman listrik, bahan baku input produksi yang langka, kenaikan biaya input produksi yang bisa memicu terjadinya risiko lain seperti risiko pasar. Dalam banyak kasus, pemadaman listrik yang terjadi dan diluar prediksi bisa membuat pelaku UMKM menghentikan sementara produksinya, sehingga muncullah kegagalan proses.

Tidak berhenti disitu, pemadaman listrik dalam beberapa kejadian juga dapat memicu terjadinya gangguan pemasaran. Karena gangguan listrik juga menimbulkan ganngguan jaringan telekomunikasi. Selain itu, ada juga gangguan yang muncul akibat kelangkaan bahan baku, atau terjadi kenaikan harga bahan baku diluar ekspektasi. Yang juga turut berpeluang memicu terjadinya kegagalan proses.

Selain kegagalan proses yang dipicu faktor eksternal, ada juga kegagalan yang dipicu oleh faktor internal, salah satunya adalah human eror. Untuk mengantisipasi kegagalan proses karena human eror, maka pihak manejemen harus bisa memastikan bahwa SDM yang tersedia dapat memenuhi kualitas kerja yang dipersyaratkan setiap harinya.

Ketiga, mengevaluasi dan memperbaiki kualitas maupun budaya kerja. Pekerjaan yang monoton pada akhirnya bisa membuat sumber daya yang dimiliki pelaku UMKM akan menghasilkan kualitas produk yang monoton pula. Sehingga budaya kerja yang tercipta berpeluang membuat sumber daya yang dimlliki berada dalam zona nyaman.

Pelaku UMKM harus memiliki daya saing, selain menjaga kualitas produk yang dihasilkannya. Pelaku UMKM juga harus memiliki visi misi untuk mengembangkan usahanya. Bukan hanya sekadar cukup sampai di sini dan tidak membutuhkan pengembangan usaha lagi. Dengan begitu, perusahaan akan berkembang dan budaya kerja akan beradaptasi dengan perkembangan zaman.

Sehingga lakukan evaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa budaya kerja yang dimiliki sudah memenuhi kebutuhan disaat sekarang. Dan budaya harus diperbaiki untuk memenuhi standar kebutuhan di masa depan. Untuk memperbaiki budaya kerja, maka fokusnya bukan hanya pada pengembangan kualitas sumber daya manusianya saja.

Tetapi semua sumber daya harus diupgrade secara periodik, untuk memastikan bahwa budaya kerja nantinya akan mampu memenuhi tantangan di masa depan. Berarti ketersediaan peralatan kerja, ditambah dengan pengembangan sumber daya manusia harus diciptakan sedemikian rupa untuk memenuhi target pengembangan budaya kerja ke depan yang mampu mengadopsi segala bentuk perubahan.

Baca juga: Membangun UMKM, Kemandirian Pangan, Menekan Inflasi & Kemiskinan dengan Subsidi Harga

Keempat, menerapkan budaya continues improvement. Dalam konteks ini adalah bagaimana pelaku UMKM selalu melakukan continues improvement, mengevaluasi risiko operasional dan melakukan perbaikan terus menerus sehingga risiko operasional yang mungkin timbul dari luar perusahaan maupun dari dalam perusahaan dapat diantisipasi, bukan hanya merupakan sebuah SOP yang digunakan untuk membuat peringatan atas suatu potensi kegagalan.

Namun lebih dari itu juga sebuah system kerja yang adaptive  terhadap potensi risiko,  terutama risiko operasional. Seperti potensi adanya permintaan yang tinggi disuatu periode tertentu yang bisa dipenuhi oleh pelaku UMKM. Seperti potensi lonjakan permintaan untuk kue kering saat lebaran atau natal. Sehingga pelaku UMKM dapat melakukan upaya untuk menyediakan segala sumber daya perusahaan guna memenuhi lompatan permintaan itu sendiri lebih baik di bandingkan sebelumnya dan terhindar dari risiko opeasional karena permintaan yang melonjak.

Selain itu, ada budaya yang sifatnya memberikan sinyal akan adanya kegagalan dalam proses produksi. Seperti mesin yang sudah terlalu tua, kualitas sumber daya manusia yang termakan usia, volatilitas pada harga input produksi, atau gangguan teknis lainnya yang ditimbulkan dari sisi eksternal seperti pemadaman listrik dapat dihindari oleh pelaku UMKM.

Akhir kata, mencintai UMKM itu berkah dan mulia.

Related Posts

News Update

Top News