Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi pada Agustus 2024 sebesar 0,03 persen secara bulanan (mtm). Deflasi yang terjadi di Agustus ini merupakan yang keempat kalinya di tahun 2024.
Deputi Bidang Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini menjelaskan bahwa deflasi yang terjadi di Indonesia bukan merupakan fenomena baru.
Secara historis, di tahun 1999 Indonesia mengalami deflasi selama tujuh bukan berturut-turut, yakni pada periode Maret hingga September 1999. Hal ini disebabkan oleh depresaisi nilai tukar dan penurunan sejumlah harga barang.
Baca juga: BPS Catat Deflasi 0,03 Persen di Agustus 2024
“Kemudian, periode deflasi yang terjadi di Desember 2008 dan Januari 2009 selama krisis finansial global. Kemudian deflasi karena penurunan harga minyak dunia dan juga karena permintaan domestik yang melemah,” ujar Pudji dalam Konferensi Pers, Senin, 2 September 2024.
Selanjutnya, pada 2020 juga terjadi deflasi selama tiga bulan berturut-turut dari Juli hingga September. Deflasi ini didorong oleh empat kelompok pengeluaran yaitu, makanan minuman dan tembakau, pakaian dan alas kaki, transportasi, serta informasi komunikasi dan jasa keuangan.
“Dengan empat kelompok ini mengindikasikan bahwa penurunan daya beli 2020 pada periode awal pandemi Covid 2019 kemarin,” jelasnya.
Baca juga: Indeks Harga Perdagangan Besar Agustus 2024 Turun 0,12 Persen
Selain itu, di tahun 2024 fenomena deflasi didorong dari sisi penawaran atau supply side dikarenakan harga pangan seperti, produk tanaman pangan, hortikultura dan peternakan yang menyumbang deflasi.
“Baik karena biaya produksinya yang turun sehingga harga di tingkat konsumen juga ikut turun. Ini seiring dengan adanya panen raya sehingga pasokannya berlimpah dan akibatnya harganya juga ikut turun,” pungkasnya. (*)
Editor: Galih Pratama