Jakarta – Pembangunan infrastruktur tetap akan menjadi prioritas pemerintahan era Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Untuk menggenjotnya, pemerintah merilis dua skema pembiayaan baru untuk pengelolaan dan pembangunan infrastruktur oleh pihak swasta.
Skema pembiayaan tersebut adalah hak pengelolaan terbatas (HPT) atau land concession scheme (LCS) dan pengelolaan peningkatan perolehan nilai kawasan (P3NK) atau land value capture (LVC).
Dijelaskan Sekretaris Kementerian Koordinator bidang Perekonomian Susiwijono Moergiarso, skema HPT merupakan skema pengelolaan untuk mengoptimalisasi aset infrastruktur Barang Milik Negara (BMN) dan/atau aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan tujuan agar investasi dari swasta dapat meningkatkan efisiensi, fungsi operasional serta perbaikan atas aset lewat pembayaran di muka (upfront payment).
“Pendapatan dana hasil pengelolaan aset tersebut dapat digunakan untuk pembangunan atau peningkatan fungsi operasional infrastruktur sejenis maupun lainnya,” ujar Susiwijono dalam konferensi pers ‘Peluncuran Regulasi Pembiayaan Kreatif untuk Pembangunan Infrastruktur’ di Jakarta, Rabu, 28 Agustus 2024.
Baca juga: Dorong Pengembangan Infrastruktur, Bank Mandiri Perkuat Kemitraan dengan Pelindo
Sementara itu, lanjut Susiwijono, skema LVC merupakan skema alternatif pendanaan berbasis kewilayahan yang memungkinkan penyedia infrastruktur untuk didanai dari proporsi peningkatan nilai.
“Nilai ini dihasilkan dari inisiatif penciptaan nilai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah atau Badan Usaha,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan alasan utama perlunya skema kreatif dalam pembiayaan infrastruktur, yakni guna mengurangi pembiayaan infrastruktur yang terlalu membebani APBN.
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, pembiayaan infrastruktur tercatat mencapai Rp4.796 triliun.
Kemudian, pada RPJMN 2020-2024 angka tersebut naik menjadi Rp6.445 triliun. Adapun porsi pembiayaan swasta sebesar Rp2.707 triliun.
“Pembiayaan infrastruktur yang sedemikian besar, yang Rp6.445 triliun tadi (RPJMN 2020-2024), tidak mungkin dibiayai sepenuhnya oleh APBN atau APBD,” jelas Susiwijono.
Sementara, dalam RPJMN 2025-2029, kebutuhan investasi infrastruktur akan diarahkan ke tiga sektor utama, yakni sektor sumber daya air, transportasi, dan kelistrikan.
Untuk dasar hukum skema HPT telah tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2020 tentang Pembiayaan Infrastruktur Melalui Hak Pengelolaan Terbatas.
Sementara, skema LVC diatur dalam Perpres Nomor 79 Tahun 2024 tentang Pendanaan Penyediaan Infrastruktur melalui Pengelolaan Pengelolaan Perolehan Peningkatan Nilai Kawasan.
Baca juga: RI Butuh Dana Rp6.445 Triliun untuk Genjot Infrastruktur, Duitnya dari Mana?
Di kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Ekonomi Airlangga Hartarto menjelaskan, sesuai arahan Presiden Joko Widodo di dalam APBN 2025 pembangunan infrastruktur dianggarkan sebesar Rp400,3 triliun.
“Di APBN 2025 pembangunan infrastruktur dianggarkan sebesar Rp400,3 triliun, terutama untuk pendidikan, kesehatan, konektivitas, pangan dan energi, serta keberlanjutan pembangunan IKN,” katanya. (*)