Jakarta – Syailendra Capital sebagai manajer investasi baru saja melangsungkan kerja sama dengan PT Bank BTPN Tbk (BTPN) dalam rangka peningkatan literasi dan inklusi keuangan melalui produk investasi reksa dana.
Berdasarkan kerja sama tersebut, terdapat lima produk unggulan Syailendra Capital yang dipasarkan melalui aplikasi Jenius dari Bank BTPN. Di antaranya Syailendra Dana Kas, Syailendra Pendapatan Tetap Premium (SPTP), Syailendra Fixed Income Fund (SFIF), Syailendra MSCI Value Index Fund (SMSCI) Kelas A, hingga Syailendra Equity Opportunity Fund (SEOF) Kelas A.
Chief Executive Officer Syailendra Capital, Fajar R. Hidayat, mengatakan bahwa produk yang diperkirakan akan memiliki peminat lebih banyak adalah dari Syailendra Equity Opportunity Fund (SEOF) Kelas A sebagai salah satu reksa dana saham.
Baca juga: BTPN Gandeng Syailendra Capital Hadirkan 5 Produk Reksa Dana di Aplikasi Jenius
Fajar menilai, reksa dana saham memiliki peluang lebih besar dibandingkan produk lainnya adalah ketidakpastian global yang sudah mulai menunjukkan kepastian. Mulai dari tingkat suku bunga Amerika Serikat (AS) yang diperkirakan akan turun, hingga pemilihan umum (pemilu) yang telah selesai dilakukan.
“Harusnya kalau ngomong sekarang, saham. Beberapa ketidakpastian itu udah mulai kelihatan ya, udah pasti. Misalnya yang pertama tingkat suku bunga yang di AS yang ekspektasinya akan turun, itu udah signalnya makin kuat sekali bahwa Fed Rate akan turun, terus pemilu sudah tinggal nambah kabinetnya aja,” ucap Fajar usai Penandatanganan Kerja Sama dengan BTPN di Jakarta, 12 Agustus 2024.
Berdasarkan hal itu, sentimen-sentimen yang menjadi kontributor terbesar ketidakpastian di semester I sudah mulai terlewati dan diperkirakan akan membentuk price in di paruh kedua 2024, di mana harga saham sudah berada pada level yang selaras dengan isu-isu yang beredar.
“Jadi hampir beberapa major contributor di first half volatility-nya itu di semester kedua harusnya udah price in. Tinggal kita butuh cerita-cerita positifnya aja. Salah satunya dalam waktu dekat mungkin susunan kabinet. Terus juga nanti di akhir bulan nih, di bulan September apakah Fed akan turunin tingkat suku bunga atau tidak,” imbuhnya.
Baca juga: Mirae Asset Ramal Pemangkasan Suku Bunga The Fed Capai 125 bps di Akhir 2024
Adapun, menurutnya pasar saham Indonesia masih akan dipengaruhi oleh keadaan pasar global, di antaranya perkembangan ekonomi AS dan Jepang. Di mana, inflasi AS diproyeksi pada level 3 persen secara yoy dan inflasi inti di posisi 3,2 persen yoy. Kemudian, pertumbuhan ekonomi Jepang yang diperkirakan sekitar 2-2,5 persen di kuartal II.
“Secara tidak langsung korelasinya ada lah. Apalagi sekarang satu dunia kan lagi melihat perkembangan ekonomi dari AS dan Jepang,” pungkas Fajar. (*)
Editor: Galih Pratama