Jakarta – Bursa Efek Indonesia (BEI) secara resmi meluncurkan Papan Pemantauan Khusus tahap II dengan penerapan metode full periodic call auction (FCA) atau lelang berkala penuh di pasar saham Indonesia pada 25 Maret lalu.
Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan perlindungan bagi investor dengan memberikan transparansi lebih dalam pembentukan harga saham.
Namun, penerapan FCA sepanjang waktu perdagangan telah menimbulkan kekhawatiran tentang potensi ketidakstabilan pasar.
Apalagi, kebijakan FCA yang diterapkan sepanjang waktu perdagangan di Indonesia berbeda dengan praktik di negara-negara lain yang umumnya hanya menggunakan metode ini pada pre-opening dan pre-closing.
Di negara lain, penerapan FCA pada waktu terbatas ini bertujuan untuk mengurangi dampak negatif pada pasar dan memberikan waktu bagi investor untuk melakukan penilaian harga yang lebih baik.
Di Indonesia, penerapan FCA sepanjang waktu perdagangan justru menimbulkan risiko harga saham menjadi kurang transparan dan meningkatkan risiko bagi investor.
Kebijakan ini memicu keresahan di kalangan investor. Beberapa investor menunjukkan ketidakpuasan mereka dengan mengirimkan karangan bunga sebagai bentuk sindiran kepada BEI.
Dua kiriman karangan bunga yang diterima BEI menjadi sorotan. Karangan bunga pertama dikirimkan oleh Dayat Subagja & Keluarga, sementara yang kedua dikirimkan oleh Devin Hutapea dkk, dengan pesan yang menolak kebijakan FCA yang dianggap tidak kondusif bagi pasar saham.
“Yth. Pimpinan BEI, tolong rubah FCA ngga kondusif buat market,” demikian bunyi karangan bunga yang dikirimkan oleh Devin Hutapea dkk pada 30 Mei 2024.
Baca juga: Investor Wajib Tahu! Ini 7 Risiko Investasi Saham yang Harus Dipahami
Tidak hanya itu, seorang investor saham dari komunitas IndoStocks Traders yang tinggal di Jakarta, juga membuka petisi melalui Change.org. Dalam keterangan resminya, dia merasa terganggu oleh peraturan Papan Full Auction yang berlaku saat ini.
Menurutnya, saham yang masuk papan full auction tidak memiliki bid offer, sehingga situasinya menjadi gelap dan sulit diprediksi. Harga saham tiba-tiba terbentuk melalui random closing, yang membuat situasi mirip dengan permainan judi daripada investasi yang aman dan dapat diprediksi.
Petisi ini mencerminkan kekhawatiran banyak investor mengenai stabilitas pasar saham Indonesia. Menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah investor saham di Indonesia pada tahun 2020 mencapai 3,87 juta orang. Dengan adanya peraturan Papan Full Auction, kestabilan investasi mereka menjadi terancam.
Hingga saat ini, petisi tersebut telah mendapatkan 12.500 tanda tangan sejak diposting dua yang lalu. Para penandatangan petisi mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menghapuskan peraturan Papan Full Auction demi menjaga kestabilan pasar saham dan melindungi para investor.
“Tandatangani petisi ini jika Anda setuju bahwa Peraturan Papan Full Auction harus dihapuskan!,” demikian ajakan yang tertulis dalam petisi tersebut.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, mengatakan bahwa implementasi periodic call auction tersebut bertujuan agar order book menjadi tidak terlalu sensitif atas order-order agresif dengan jumlah yang besar, sehingga dapat mengurangi volatilitas.
“Hal ini dikarenakan perhitungan indicative equilibrium price (IEB) didasarkan pada keseluruhan order yang ada di order book dan menghitung harga pada titik equlibrium, tidak hanya semata-mata melihat harga pada order dengan jumlah besar tersebut,” ucap Inarno dalam RDKB OJK pada awal April lalu.
Selain itu, menurutnya mekanisme perdagangan tersebut juga dapat melindungi investor, dikarenakan harga yang diperjumpakan (matched) pada satu harga.
Baca juga: Ada Aturan Baru, Begini Syarat Saham Emiten Agar Tetap Tercatat di Papan Utama
“Terkait dengan mekanisme perdagangan itu sedikit berbeda, auto rejection yang diterapkan untuk saham dalam papan pemantauan khusus juga dibatasi menjadi 10 persen dalam satu hari lebih kecil dari batasan auto rejection yang diterapkan pada mekanisme perdagangan reguler,” imbuhnya.
Terpisah, Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota BEI, Irvan Susandy, menyatakan dengan metode perdagangan tersebut, pembentukan harga diharapkan menjadi lebih adil, karena memperhitungkan seluruh order yang ada di order book, sehingga memberikan proteksi kepada investor atas potensi agresif order yang masuk di pasar.
“Melalui mekanisme ini kami harapkan saham-saham tersebut dapat lebih aktif diperdagangkan sesuai dengan fair price-nya yang informasinya dapat dilihat melalui IEP dan IEV,” jelas Irvan. (*)