akarta – Pemerintah telah memblokir 1.855 situs ilegal yang melakukan kegiatan perdagangan berjangka komoditi (PBK) di tahun 2023.
Jumlah situs PBK yang diblokir ini mengalami peningkatan dari 1.498 situs di tahun 2022, dan 1.222 situs di tahun 2021.
Direktur Utama Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX) atau Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) Nursalam mengatakan, pemblokiran situs PBK ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari potensi kerugian yang ditimbulkan dan memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha di bidang perdagangan berjangka komoditi.
Baca juga: Dongkrak Transaksi EBUS, Ini yang Dilakukan BEI
“Kami tentunya sangat prihatin dengan meningkatnya situs-situs yang mengatasnamakan perdagangan berjangka komoditi. Terkait pemblokiran, kami sangat mendukung upaya yang dijalankan pemerintah ini sehingga masyarakat dan pelaku usaha terlindungi,” katanya, dikutip Senin, 19 Februari 2024.
Menurutnya, kehadiran situs-situs ilegal yang mengatasnamakan perdagangan berjangka komoditi ini, tidak hanya merugikan masyarakat yang menjadi korban, namun juga merugikan industri perdagangan berjangka komoditi.
Sebab, industri ini memiliki manfaat besar bagi masyarakat maupun kalangan usaha. Bagi masyarakat, industri ini bisa menjadi alternatif investasi, dan bagi kalangan usaha dalam memanfaatkan perdagangan berjangka komoditi untuk sarana hedging atau lindung nilai komoditas.
“Selain dengan pemblokiran situs, untuk melindungi masyarakat tentunya perlu kolaborasi semua pemangku kepentingan di industri perdagangan berjangka komoditi untuk melakukan edukasi yang berkelanjutan,” tambahnya.
Baca juga: BEI Targetkan Transaksi Surat Utang di SPPA Capai Rp140 Triliun, Begini Strateginya
Sebab kata dia, dengan edukasi yang baik, masyarakat akan mendapatkan informasi yang lengkap tentangindustri ini, sehingga tidak mudah untuk terjebak dalam penawaran-penawaran investasi ilegal yangmengatasnamakan perdagangan berjangka.
“Kami yakin, kunci berkembangnya perdagangan berjangka komoditi adalah pemahaman yang baik di masyarakat termasuk pemahaman tentang risiko investasi,” pungkasnya. (*)
Editor: Galih Pratama