Jakarta – Kedatangan Raden Bei Aria Wirjaatmadja ke suatu pesta khitanan anak seorang guru di Banyumas, Jawa Tengah, pada 1894 membawa dampak besar bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) Indonesia. Pesta mewah tersebut menginspirasi Patih Kabupaten Purwokerto periode 1879-1907 itu.
“Bagaimana mungkin seorang guru dengan penghasilan terbatas, bisa mengadakan pesta yang begitu mewah dan meriah,” kira-kira itu pertanyaan yang mengusik Patih Wirjaatmadja. Karena penasaran, ia pun bertanya kepada tuan rumah pesta. Ternyata, pesta itu dibiayai dari utang berbunga tinggi.
Patih Wirjaatmadja merasa prihatin karena membayangkan sulitnya guru tersebut melunasi utangnya. Ia kemudian menawarkan bantuan pinjaman dengan bunga rendah dan tenor selama 20 bulan. Peristiwa itu menyadarkan Patih Wirjaatmadja bahwa banyak pegawai negeri terjerat utang dengan bunga tinggi.
Kondisi itu melatari Patih Wirjaatmadja mendirikan De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden (Bank Bantuan dan Simpanan Milik Pegawai Pangreh Praja Berkebangsaan Pribumi) pada 16 Desember 1985. Lembaga keuangan yang biasa disebut Bank Priyai itu di kemudian hari menjadi cikal bakal Bank Rakyat Indonesia (BRI). Dalam perjalanannya, bank ini sempat beberapa kali berganti nama, bahkan melebur dengan bank lain.
Baca juga: Tak Sampai 4 Tahun, Pengguna BRImo Kini Tembus 30,4 juta
Namun satu yang tidak pernah berubah, segmen UMKM selalu menjadi core business BRI. Pembiayaan mikro (microfinance) seakan melekat dengan BRI yang akan genap berusia 128 tahun pada 16 Desember 2023. Ketika bisnis microfinance ini belum dilirik oleh perbankan hingga akhir 1990-an, BRI sudah fokus dan memiliki kedekatan dengan pelaku UMKM. Microfinance BRI kemudian berkembang menjadi micro banking, produk dan layanannya makin luas, tidak terbatas pada funding dan lending saja.
BRI sudah melewati perjalan panjang dalam mengembangkan dan memberdayakan UMKM. Bahkan di beberapa kali masa krisis, seperti krisis moneter 1997-1998, hingga pandemi COVID-19 pada 2020-2022 lalu, BRI tetap berdiri menopang pelaku UMKM.
Setelah krisis moneter, di awal 2000-an, banyak bank yang ingin mengikuti jejak sukses BRI. Tapi tidak banyak yang berhasil. Tidak ada pula yang berhasil melampaui dominasi BRI pasar mikro. Keberhasilan BRI di pasar mikro bahkan menjadi percontohan dan diakui dunia internasional. Banyak negara yang mengirim perwakilannya untuk belajar micro banking ke BRI. Sebaliknya, pejabat-pejabat BRI sering pula diundang sharing soal micro banking ke luar negeri.
Bank ini secara konsisten mendorong peningkatan kapasitas dan kapabilitas UMKM agar bisa “naik kelas”. Salah satunya tercermin dari porsi kredit UMKM BRI yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Per September 2023, penyaluran kredit UMKM tembus Rp1.038,90 triliun, atau setara 83,06 persen dari total kredit BRI yang mencapai Rp1.250,72 triliun. Tahun depan, perseroan membidik porsi kredit UMKM bisa mencapai 85 persen.
Daya dorong BRI terhadap pengembangan UMKM pun makin besar setelah kehadiran Holding Ultra Mikro (UMi). Holding ini dibentuk Kementerian BUMN pada 2021, BRI sebagai induk, dengan anggota Pegadaian dan Permodalan Nasional Madani (PNM).
Hingga September 2023, Holding Ultra Mikro sudah mempunyai 36,6 juta nasabah, atau naik 22 persen ketimbang September 2021. Holding UMi membidik target 45 juta nasabah pada 2024. Dengan kata lain, BRI, Pegadaian, dan PNM harus menjaring 8,4 juta nasabah ultra mikro baru lagi hingga tahun depan.
“Holding UMi juga menargetkan mereka yang sekarang ada di rentenir. Betapa tidak efisiennya mereka bayar bunga hingga 500 persen setahun. Bagaimana jika mereka kita mudahkan aksesnya, masuk ke lembaga keuangan formal, maka mereka akan menambah margin keuntungan. Sehingga mereka akan lebih kuat modalnya dan punya kapasitas yang lebih besar,” tutur Supari, Direktur Bisnis Mikro BRI.
Dari sisi outstanding, kredit dari holding ini mencapai Rp590,7 triliun per September 2023, atau naik 11,6 persen secara tahunan. Bila dirinci, kredit mikro BRI berkontribusi sebesar Rp497,9 triliun dengan 14,2 juta nasabah. Lalu porsi kredit Pegadaian mencapai Rp65,6 triliun, dengan 7,4 juta peminjam. Sedangkan PNM menyumbang Rp45,3 triliun, dengan 15 juta debitur.
Baca juga: Ini Dia Jurus BRI Genjot UMKM Lokal Agar Tembus Global
Holding UMi didukung 15,300 outlet fisik di seluruh Indonesia. Rinciannya, 6.809 outlet BRI, 4.087 unit kantor Pegadaian, dan 4,482 kantor PNM. Holding ini juga memiliki 1.016 unit jaringan kantor bersama, yakni Sentra Layanan Ultra Mikro (Senyum).
Tidak hanya dari sisi pembiayaan, kontribusi BRI kepada sektor UMKM pun dilakukan lewat berbagai cara, sebut saja melalui sejumlah program pemberdayaan dan pendampingan. Tidak hanya mendorong UMKM naik kelas, tapi juga go international.
Dari sisi kinerja, BRI tumbuh sebagai bank yang kuat dan sehat. Secara konsolidasi, per September 2023, BRI mengantongi laba sebesar Rp44,21 triliun, atau tumbuh 12,47 persen. Dari sisi intermediasi, BRI menyalurkan kredit sebesar Rp1.250,72 triliun, naik 12,53 persen dari tahun sebelumnya. Sementara dana pihak ketiga (DPK) mencapai Rp1.290.29 triliun, meningkat 13,21 persen. Aset bank ini pun mengembang 9,93 persen menjadi Rp1.851,96 triliun. (*) Ari Astriawan