Jakarta – Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) sepatutnya tidak hanya berpegang pada aspek normatif, dan dapat mempertimbangkan putusan aspek keadilan serta kemanfaatan dalam memutus perkara dugaan pelanggaran etik pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia capres-cawapres.
“MKMK harus bisa mengembalikan kepercayaan publik, harus membuat putusan yang out of the box, di luar pertimbangan normatif, lebih pada pertimbangan kemanfaatan dan keadilan,” ujar Kepala Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) Anang Zubaidy dikutip 2 November 2023.
Menurutnya ketika dasar pengambilan keputusan hanya normatif, maka putusan MK bersifat final dan mengikat. Hal itu sekaligus meniadakan upaya hukum lain dan tidak lagi mekanisme untuk membatalkan putusan.
Baca juga: Prabowo Sumringah, MK Tolak Gugatan Batas Usia Maksimal Capres-Cawapres
“Kalau berpikirnya normatif ya selesai, kita tidak ada upaya hukum apa pun, saya berpikirnya di luar itu. Bahwa hukum itu harus memberikan jalan keluar,” jelas pakar hukum tata negara itu.
Menurutnya, MKMK seharusnya dapat menjalankan peran sebagai hakim yang punya fungsi dan tugas utama untuk menyelesaikan perselisihan atau konflik. Oleh sebab itu, kacamata yang digunakan semestinya tidak sekadar normatif.
“Karena kalau bicara kepastian hukumnya ya selesai. Kita tidak perlu mendiskusikan putusan itu mau diapakan? Tapi kalau kita bicara dari aspek kemanfaatan dan keadilan, saya kira masih terbuka pintu diskusi, atau masih terbuka peluang untuk membatalkan putusan,” tegasnya.
Lebih lanjut Anang berharap, MKMK juga menggunakan nurani untuk memutus perkara dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi.
“Mudah-mudahan majelis hakim MKMK itu bukan sekadar menggunakan kacamata normatif, tetapi juga menggunakan nuraninya untuk membaca fenomena ini, untuk membaca putusan, dan membaca dugaan konflik kepentingan dari kacamata keadilan dan kemanfaatan,” paparnya.
Baca juga: Media Asing Soroti Pemilihan Gibran Jadi Cawapres Pendamping Prabowo
Sementara itu, Program Manajer Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Violla Reininda menghimbau agar publik perlu menaruh kepercayaan dan harapan kepada Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) untuk mengambil keputusan yang berani.
“Sebab, MKMK fungsinya tidak hanya memutus dan mengadili perkara etik, tetapi juga untuk menjaga keluhuran martabat dan kehormatan MK. Masyarakat dukung terus agar MKMK menghasilkan putusan penghukuman etik yang tegas dan berani,” kata Voilla.
Putusan MKMK terhadap laporan dugaan pelanggaran kode etik oleh Ketua Umum MK Anwar Usman, akan mengembalikan citra dan muruah MK. “MKMK harus berani mengambil jalan activisme dengan memberikan sanksi selain etik, tetapi juga terkait legitimasi putusan MK tentang pengujian syarat usia Capres-Cawapres,” tegas Violla. (*)