Jakarta – Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menghormati proses penyelidikan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengenai penetapan besaran maksimal bunga pinjaman fintech lending.
Penetapan tarif suku bunga maksimal pinjaman tidak sama dengan penetapan harga yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
“Kami senang sudah bertemu dengan KPPU dan mendapatkan banyak insight terkait persaingan usaha. Untuk itu, kami menghormati proses yang sedang berjalan di KPPU dan akan terus memberikan dukungan yang diperlukan sehubungan dengan dugaan potensi pelanggaran terhadap persaingan usaha pinjaman fintech lending khususnya mengenai penetapan besaran maksimal bunga pinjaman,” ujar Ketua Umum AFPI, Entjik S. Djafar dalam keterangannya, dikutip Senin, 30 Oktober 2023.
Baca juga: AFTECH Akan Turunkan Batas Bunga Pinjaman Maksimal
Kehadiran industri fintech lending dilandasi oleh semangat untuk menyediakan layanan pendanaan alternatif bagi individu, usaha mikro, dan masyarakat yang belum tersentuh layanan jasa keuangan, atau dikenal dengan unbanked dan underserved.
Berdasarkan riset 2023, proyeksi kebutuhan pembiayaan UMKM pada tahun 2026 diperkirakan akan mencapai Rp 4.300 triliun, sedangkan kemampuan supply sebesar Rp1.900 triliun, sehingga akan ada credit gap sebesar Rp 2.400 triliun.
Hingga Agustus 2023, AFPI mencatat perusahaan-perusahaan fintech lending sudah menyalurkan Rp677,51 triliun dengan peningkatan setiap tahunnya, di mana tahun 2022 tumbuh 45% secara tahunan, sedangkan tahun 2021 tumbuh 112 persen.
“Mengenai dugaan potensi pelanggaran besaran bunga maksimal pinjaman, kami konsultasikan ke OJK sebagai regulator industri keuangan sebagaimana juga KPPU sebagai lembaga pengawas persaingan usaha yang sehat,” tambah Entjik.
Anggota Ombudsman Republik Indonesia Periode 2016-2021, Ahmad Alamsyah Saragih menyambut baik sikap AFPI yang menghormati proses di KPPU karena itu sesuai dengan kewenangan lembaga pengawas persaingan usaha. Menurut dia, harus dibangun interaksi yang baik antara AFPI dan KPPU sekaligus perlu memperhatikan persepsi publik.
Mengenai besaran bunga pinjaman online, merupakan porsi OJK untuk mengaturnya, sehingga AFPI perlu melakukan audiensi dengan OJK untuk memformulasikan rekomendasi, bukan sekadar imbauan. Namun, perlu didefinisikan kondisi laba/rugi yang dialami penyelenggara fintech lending dengan kondisi tingkat bunga saat ini.
“AFPI perlu mencermati hasil penyelidikan KPPU yang memungkinkan menjadi standar skema perubahan perilaku. Jika ketentuan batas maksimal bunga pinjaman dicabut, maka OJK yang mengatur. Sebaiknya aturan terbaru ditetapkan dengan mempertimbangkan kondisi industri ke depan,” pungkas Ahmad.
Sebagai informasi, sebelumnya Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengaku telah mengirim surat kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk melakukan pertemuan. Upaya tersebut merespons hasil penyelidikan KPPU yang menduga adanya kartel atau monopoli suku bunga fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) yang ‘diatur’ AFPI.
Baca juga: Teten Minta Industri Fintech Turunkan Bunga Pinjaman Untuk UMKM
“KPPU ya kita sudah mengirim surat untuk ketemu dari AFPI ke KPPU tapi belum ada jawaban, ya kita lagi tunggu jawabannya, komunikasi itu pasti bisa,” ucap Ketua Umum AFPI, Entjik S. Djafar saat ditemui di Jakarta, 12 Oktober 2023.
Adapun, sebelumnya KPPU menduga adanya kartel atau monopoli suku bunga fintech lending, di mana AFPI mengatur anggotanya dalam penentuan komponen pinjaman kepada konsumen, khususnya penetapan suku bunga flat 0,8 persen per hari dari jumlah aktual pinjaman yang diterima oleh peminjam.
Sedangkan AFPI menjelaskan bahwa suku bunga harian fintech lending memang sempat berada di angka 0,8 persen per hari. Namun pada 2021, AFPI memutuskan bunga fintech lending turun dari 0,8 persen menjadi 0,4 persen per hari sesuai code of conduct, serta telah disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Steven Widjaja