Jakarta – Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi meminta pemerintah untuk tidak lagi memberikan izin perpanjangan ekspor konsentrat tembaga dan lumpur anoda PT Freeport Indonesia (PTFI).
“Pemerintah jangan lagi memberikan izin ekspor konsentrat yang diajukan oleh Freeport karena hanya akan menimbulkan diskriminasi terhadap pengusaha nikel dan bauksit yang selama ini sudah diwajibkan hilirisasi di smelter dalam negeri,” kata Fahmy, dalam keterangan resmi, dikutip Kamis (26/10).
Baca juga: Intip Strategi Freeport Indonesia Pangkas Emisi Gas Rumah Kaca
Ia menilai, apabila pemerintah memenuhi permintaan PTFI, maka program hilirisasi andalan Presiden Joko Widodo akan porak poranda. Padahal, tujuan mulia program Jokowi dalam hilirisasi adalah menaikkan nilai tambah dan mengembangkan ecosystem industri.
Berdasarkan catatannya, tidak hanya sekali saja pemerintah mengizinkan relaksasi ekspor konsentrat kepada Freeport. Sejak 2014, sudah lebih dari delapan kali izin relaksasi diberikan kepada Freeport.
Bahkan, setiap kali izin relaksasi ekspor konsentrat diberikan, Freeport dituding kerap ingkar janji untuk menyelesaikan pembangunan smelter sesuai waktu ditetapkan
“Freeport selalu mengancam akan menghentikan produksi dan melakukan PHK besar-besaran jika tidak diizinkan mengekspor konsenterat. Ancaman tersebut sesungguhnya hanya gertak sambal yang tidak akan pernah dilaksanaka,” bebernya.
Baca juga: Bahlil Curiga IMF Menyelinap ke Capres 2024 untuk Setop Hilirisasi
Alasannya kata dia, apabila kFreeport benar-benar menghentikan produksinya sudah pasti akan memperpuruk harga saham Freeport McMoran, pemegang saham 41% PTFI yang listed di Pasar Modal Wall Street, New York.
Sebagaimana diketahui, PTFI kembali mengajukan perpanjangan (relaksasi) ekspor konsentrat tembaga dan lumpur anoda sampai dengan smelter Manyar di Gresik, Jawa Timur beroperasi penuh pada akhir 2024.
Pemerintah sebelumnya sudah memberikan izin perpanjangan ekspor konsentrat PTFI, yang mestinya berakhir pada Juni 2023 diperpanjang sampai Mei 2024. (*)
Editor: Galih Pratama