Jakarta – Penetrasi industri perusahaan asuransi di Indonesia terhadap pertumbuhan GDP nasional masih terbilang rendah. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terbaru menunjukkan, tingkat penetrasi asuransi di Indonesia hanya tumbuh dari 2,81% pada 2019 menjadi 2,82% di tahun 2022.
Sementara itu, penetrasi industri asuransi di negara-negara Asia Tenggara lainnya tercatat lebih besar ketimbang penetrasi asuransi di Indonesia. Berdasarkan data ASEAN Insurance Surveillance Report 2022, pada tahun 2021 penetrasi asuransi Indonesia sebesar 1,4%, Vietnam 2,2%, Filipina 2,5%, Malaysia 3,8%, Thailand 4,6%, dan Singapore 12,5%.
Menanggapi rendahnya tingkat penetrasi asuransi di Indonesia, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono mengatakan, jika tingkat penetrasi industri asuransi di Indonesia bisa didorong lebih tinggi melalui kolaborasi yang terjalin dengan perusahaan asuransi dari negara lainnya.
“Indonesia kan negara dengan jumlah populasi terbesar keempat di dunia. Ekonomi RI rata-rata tumbuh 5%. Ini jadi target perusahaan asuransi global datang ke Indonesia. Kita dukung itu, untuk memperkuat pasar industri asuransi nasional, mengingat pasar asuransi di kita itu masih kecil,” ucap Ogi pada acara Indonesia Rendezvous ke-27 di Bali, 12 Oktober 2023.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan jika Indonesia telah memiliki regulasi yang mengatur dan memfasilitasi masuknya investasi asing ke industri asuransi Indonesia. Kolaborasi dengan perusahaan asuransi asing ini juga akan diperkuat dengan adanya Roadmap Industri Perasuransian yang bakal dirilis OJK dalam waktu dekat ini.
“Jadi, itu sudah step by step kita lakukan rencananya itu, baik terkait masalah regulasi, permodalan yang akan kita tingkatkan, penguatan governance atau risk management, lalu ekosistem industri asuransi. Itu kita perkuat semuanya, sehingga penetration rate itu bisa kita tingkatkan ya,” jelasnya.
Di samping itu, kata dia, roadmap tersebut juga turut memasukkan penyusunan produk asuransi wajib yakni asuransi pihak ketiga atau third party liabilities, yang dilandaskan pada Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
“Kemudian juga penggunaan teknologi. Jadi, masyarakat di daerah itu bisa menggunakan produk asuransi dengan lebih mudah melalui teknologi, seperti insurtech yang potensinya sangat besar,” paparnya.
Sementara itu, di lain pihak, Chairman Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Budi Herawan, berharap dengan adanya kolaborasi dengan perusahaan asuransi global dan Roadmap Industri Perasuransian, industri asuransi nasional bisa bertumbuh lebih baik di tahun depan.
“Dan tentunya semangat NKRI ya. Kita bertahan untuk kepentingan NKRI, jangan sampai kita dicaplok asing. Tugas saya menjaga industri asuransi di NKRI ini supaya sehat, tumbuh berkelanjutan, agar bisa membawa harum nama bangsa menuju Indonesia Maju di tahun 2045,” tuturnya.
Budi lalu memprediksi industri asuransi Indonesia secara overall bisa mengalami pertumbuhan premi sebesar 11% sampai 12% ke depannya. (*) Steven Widjaja