Jakarta – Ketidakpastian kondisi ekonomi global memberi dampak perlambatan pada penjualan perumahan di Tanah Air. Tercatat, pada triwulan II-2023 pertumbuhan sektor properti perumahan sebesar 3,49 persen (harga berlaku), atau turun sebesar 84 bp dari triwulan II-2022.
Chief Economist, PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) Martin Daniel Siyaranamual mengatakan, perlambatan sektor properti perumahan terjadi semenjak pandemi Covid-19. Di mana, turun dari angka 7,81 persen (harga berlaku) di triwulan IV-2019 hingga ke 1,18 persen di triwulan I-2021.
Kemudian mengalami peningkatan hingga triwulan I-2022 dan kembali melambat hingga triwulan II-2023.
“Belum pulihnya pertumbuhan di sektor perumahan disebabkan karena tingginya ketidakpastian dan arah kebijakan moneter yang cenderung kontraktif untuk menjaga inflasi,” katanya, dikutip Selasa (3/10).
Baca juga: Usia 21 Tahun Kini Bisa Miliki Rumah, Ini Dia Skema KPR Untuk Gen Z
Menurutnya, kombinasi kedua hal tersebut menyebabkan masyarakat menunda konsumsi barang-barang jangka panjang. Perlambatan ini akan semakin nyata jika pertumbuhan ekonomi nasional 2024 mengalami perlambatan.
Di sisi lain, potensi pasar perumahan Indonesia masih besar. Merujuk Susenas Maret 2022 menunjukkan bahwa 16,01 persen rumah tangga (ruta) masih belum memiliki rumah sendiri.
Lebih lanjut, proyeksi BPS juga menunjukkan bahwa hingga 2045, rata-rata pertumbuhan ruta mencapai sebesar 660 ribu lebih per tahun dan mereka membutuhkan rumah.
“Kalaupun permintaan efektif hanya 50 persen dari total backlog dan pertumbuhan rutanya, pasar perumahan masih tetap besar,” ujarnya.
Selain terkait dengan kepemilikan rumah, Susenas juga mencatatkan ada 28,66 juta ruta yang menghuni rumah tidak layak. Konsentrasi isu permintaan rumah dan kualitas hunian berada di wilayah metropolitan.
Peningkatan Harga Rumah
Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) Bank Indonesia menunjukkan bahwa harga rumah secara umum mengalami peningkatan sebesar 1,92 persen di triwulan II-2023.
Walaupun harga rumah mengalami percepatan kenaikan, akan tetapi penjualan rumah justru tumbuh negatif, yaitu sebesar -12,3 persen di triwulan II-2023.
Kenaikan harga yang dibarengi dengan penurunan permintaan menunjukkan bahwa terjadi kontraksi yang signifikan di sisi penawaran rumah.
Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia Juni 2023 menunjukkan bahwa terdapat empat faktor utama penghambat penjualan perumahan, yaitu masalah perizinan, suku bunga KPR, DP yang tinggi, dan perpajakan.
Baca juga: Tahun Politik, Vasanta Group Optimistis Bisnis Properti Tetap Tumbuh
Sektor properti dapat menjadi salah satu motor utama pendorong pertumbuhan ekonomi jika merujuk pada besarnya potensi pasar yang ada.
Akan tetapi untuk dapat mengoptimalkan perannya, pemerintah perlu memberikan perhatian yang lebih bagi sektor properti, khususnya yang terkait dengan dukungan kemudahan regulasi. Akan kah pasar properti mengalami rebound di tahun politik? (*)