Jakarta – Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) menilai kinerja ekonomi Indonesia sehat di tengah tantangan global yang tinggi dan mampu menunjukkan pemulihan ekonomi yang baik pascapandemi.
IMF menegaskan bahwa kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia kuat didukung oleh kebijakan yang terkoordinasi dengan baik termasuk formulasi kebijakan fiskal dan moneter yang hati-hati.
Setelah bangkit kuat pascapandemi, IMF memperkirakan kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia yang solid terus berlanjut. Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh IMF untuk tahun 2023 dan 2024 masing-masing diperkirakan 5,0% dan 5,1%. Proyeksi tersebut jauh lebih tinggi dibanding proyeksi pertumbuhan rata-rata global yang sebesar 2,8% untuk tahun 2023 dan 3,0% untuk tahun 2024 (WEO, April 2023). Jika dibandingkan dengan negara G20 dan ASEAN-6, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi, bersama dengan Filipina, India, dan Vietnam.
Dalam laporan tersebut, IMF menggarisbawahi berbagai capaian positif ekonomi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat hingga mencapai 5,3% di 2022 didorong oleh peningkatan permintaan domestik, penguatan sektor penting seperti manufaktur dan jasa-jasa, serta pertumbuhan ekspor yang tinggi.
Kinerja ekonomi yang solid juga terlihat dari perbaikan pasar tenaga kerja yang ditandai oleh penurunan angka pengangguran. Tekanan inflasi Indonesia juga terus mereda didukung koordinasi kebijakan yang efektif serta penurunan harga komoditas.
Di sisi lain, kondisi sistem keuangan Indonesia tetap stabil dan profitable di tengah tingginya gejolak keuangan global. Pemerintah bersama Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan terus berkoordinasi dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan untuk memastikan stabilitas sektor keuangan secara berkala.
“Indonesia merupakan salah satu negara yang bangkit cepat dan kuat dari pandemi, serta menunjukkan ketahanan yang luar biasa di tengah tingginya risiko global. Ini tercermin dari sektor keuangan Indonesia yang tetap terjaga dan UMKM yang mulai pulih. Pemulihan secara luas juga terlihat di berbagai sektor yang sebelumnya terdampak cukup dalam akibat pandemi seperti sektor transportasi, hotel, dan restoran,” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Febrio Kacaribu dalam keterangan resmi, dikutip Jumat 30 Juni 2023.
Saat ini, Indonesia masih perlu mewaspadai risiko eksternal yang masih tinggi, yang menurut IMF bersumber dari berbagai faktor. Pertama, perlambatan ekonomi global yang dapat memberi tekanan pada harga beberapa komoditas ekspor Indonesia.
Kedua, volatilitas pasar keuangan global antara lain akibat sentimen kegagalan perbankan AS dan pengetatan likuidi-tas global. Ketiga, tensi geopolitik yang cenderung meningkat. Di sisi lain, pemulihan ekonomi Tiongkok diharapkan menguat dan tren moderasi inflasi mitra dagang Indonesia berlanjut sehingga dapat mendorong prospek ekonomi ke depan.
Untuk jangka menengah-panjang, Pemerintah juga terus mendorong kebijakan ekonomi yang penuh kehati-hatian dan berorientasi pada reformasi struktural yang menyeluruh. Konsolidasi kebijakan makroekonomi juga terus dilakukan, termasuk telah kembalinya tingkat defisit APBN ke level di bawah 3% PDB, satu tahun lebih cepat dari rencana awal.
“Konsolidasi fiskal yang terukur ini telah mendapatkan apresiasi dari banyak pihak. Implementasi berbagai agenda reformasi struktural Indonesia juga mendapat sambutan baik seperti reformasi perpajakan, Omnibus Law Cipta Kerja, serta Omnibus Law Sektor Keuangan yang belum lama disahkan,” pungkas Febrio.
Ke depan, Indonesia berkomitmen terus memperkuat transformasi ekonomi, termasuk melalui strategi hilirisasi untuk struktur ekonomi yang lebih terdiversifikasi dan bernilai tambah tinggi.
“Komitmen Pemerintah Indonesia sangat tinggi dalam menjaga stabilitas dengan tetap memberi daya dukung untuk pembangunan ekonomi jangka menengah maupun jangka panjang. Berbagai upaya reformasi akan terus diperkuat untuk mendorong pertumbuhan yang lebih tinggi, inklusif, dan berkesinambungan, seperti melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia, akselerasi pembangunan infrastruktur, dan penguatan institusional,” tutup Febrio. (*)
Editor: Galih Pratama