Jakarta – Kementerian BUMN kembali mengajukan penyertaan modal negara (PMN) sebagai tambahan investasi dan operasional ke sepuluh BUMN sebanyak Rp57,9 triliun pada tahun 2024 mendatang.
Menyikapi hal itu, Peneliti Indef, Abra Talattov, mengatakan bahwa, dalam mengalokasikan PMN di tahun depan, pemerintah perlu melakukan pengkritisan dan pendalaman agar PMN tersebut dapat terserap secara maksimal nantinya di tengah masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh BUMN saat ini.
“Jangan sampai PMN yang sudah disalurkan itu bukannya kembali dalam bentuk kontribusi dividen maupun penerimaan perpajakan tetapi menguap begitu saja, menjadi tidak berbekas atau bahkan persoalan BUMN, kerugian BUMN itu belum bisa tertangani dengan baik karena persoalannya governancenya juga,” ucap Abra dalam Diskusi Publik Indef di Jakarta, 13 Juni 2023.
Abra pun menyebut masih terdapat beberapa tantangan di BUMN yang terkait dengan kondisi ekonomi Indonesia yang mulai membaik saat ini, di mana perlu adanya pertimbangan untuk memberikan PMN yang berlebihan kepada BUMN, hal ini karena seharusnya kinerja BUMN pun turut membaik ke depannya.
“Nah karena sekarang kondisinya ekonomi kita sudah mulai recovery semestinya nanti juga kan akan terefleksikan di kinerja BUMN ke depan, sehingga tidak ada lagi mestinya alasan bagi BUMN bahwa mereka memerlukan dukungan pemerintah yang terlalu berlebihan karena situasi ekonominya mulai pulih,” imbuhnya.
Tantangan lainnya muncul dari sisi pertumbuhan ekonomi nasional yang ditargetkan akan mencapai lebih dari 5,3% hingga 5,8% di tahun 2026. Berdasarkan hal itu BUMN juga perlu menjadi salah satu pendorong tercapainya target tersebut.
“Seperti yang kita saksikan selama ini masih di level 5,1% dan level 5,3% sudah cukup berat, ditambah lagi kalau ada upaya reform dari berbagai unsur termasuk dari BUMN untuk bisa mencapai pertumbuhan ekonomi 5,8%, dari tantangan ini tentu kita berharap BUMN dengan kapasitasnya itu juga punya kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional,” ujar Abra.
Lalu dari sisi realisasi APBN selama tiga tahun ke belakang juga sempat mengalami tekanan, meski begitu sejak tahun ini Indonesia sudah mengalami normalisasi fiskal dan mencatat surplus 1,12% terhadap PDB.
“Kita juga tidak ingin kondisi APBN yang sudah mulai pulih ini sudah membaik ini, turut dibebani dengan adanya tuntutan untuk mengalokasikan anggaran PMN, makanya kita jangan sampai terlena dan terlalu ceroboh, tanpa melihat urgensinya seperti apa,” tegas Abra.
Adapun, dari sisi kondisi saving-investment gap, kontribusi BUMN dalam beberapa tahun terakhir cukup menurun terutama di tahun 2021 dan 2022, tentunya hal ini juga menjadi pekerjaan rumah bersama untuk bagaimana mendorong pertumbuhan ekonomi. (*)
Editor: Galih Pratama