Menakar Gairah (Investasi) Pariwisata Pasca Pandemi 

Menakar Gairah (Investasi) Pariwisata Pasca Pandemi 

Oleh Paul Sutaryono

PADA 30 Desember 2022, Presiden Joko Widodo telah mencabut Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Pencabutan PPKM itu memiliki makna pemerintah telah berhasil dalam mengendalikan laju pandemi yang menyerbu Indonesia mulai 2 Maret 2020. Hal itu juga berarti pemerintah mampu memelihara pertumbuhan ekonomi. Alhasil, mobilitas orang akan semakin cair sehingga hampir semua bisnis termasuk pariwisata akan semakin bergairah.

Data Badan Pusat Statistik yang terbit 4 April 2023 menunjukkan Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara (Wisman) mencapai 735.947 orang per Januari 2023 naik 503,34% dari 121.978 orang per Januari 2022. Kunjungan wisman 701.931 orang per Februari 2023 naik 567,27% dari 105.195 orang per Februari 2022.

Tingkat hunian pada hotel bintang per 4 April 2023 naik menjadi 44,86% per Januari 2023 dari 42,43% per Januari 2022. Tingkat hunian per Februari 2023 naik menjadi 47,83% dari 38,54% per Februari 2022.

Menurut data Bank Indonesia per 14 Maret 2023, Jumlah Devisa Sektor Pariwisata mencapai US$16,91 miliar (setara Rp253,65 triliun dengan kurs Rp15.000 per US$1) pada 2019 turun menjadi US$3,31 miliar (Rp49,65 triliun) pada 2020 dan US$0,54 miliar (Rp8,10 triliun) pada 2021.

Bagaimana target devisa menurut Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf)? Pada 2022, target devisa US$0,47-US$1,7 miliar (Rp7,05 triliun-Rp25,5 triliun). Pada 2023, target devisa naik menjadi US$2,07-US$5,95 miliar (Rp31,05 triliun-Rp89,25 triliun). Pada 2024, target devisa terus naik menjadi US$7,38-US$13,08 miliar (Rp110,7-Rp196,2 triliun). Inilah target devisa dengan optimisme tinggi!

Faktor Kunci Keberhasilan

Lagi-lagi, bagaimana gairah (investasi) pariwisata pascapandemi? Apa saja faktor kunci keberhasilan (key success factors) yang harus dipenuhi? Pertama, prospek (investasi) pariwisata diprediksi akan lebih gemilang termasuk ekonomi kreatif. Ekonomi kreatif adalah proses penciptaan, kegiatan produksi dan distribusi barang serta jasa yang dalam prosesnya membutuhkan kreativitas dan kemampuan intelektual (Valentine Siagian dkk dalam Ekonomi dan Bisnis, 2020). Ekonomi kreatif meliputi 17 subsektor: pengembang permainan, arsitektur, desain interior, musik, seni rupa, desain produk, fesyen, kuliner, film animasi dan video, fotografi, desain komunikasi visual, televisi dan radio, kriya, periklanan, seni pertunjukan, penerbitan dan aplikasi.

Sejauh mana target ekspor produk ekonomi kreatif? Pada 2022, target ekspor ekonomi kreatif US$25,33 miliar (Rp379,95 triliun). Pada 2023, target naik menjadi US$26,46 miliar (Rp396,9 triliun) dan pada 2024 naik lagi menjadi US$27,53 miliar (Rp412,95 triliun).

Kedua, coba kita amati kontribusi pariwisata terhadap PDB. Kontribusi pariwisata terhadap PDB mencapai 4,11%, 4,5%, 4,7% dan 4,05% masing-masing pada 2017, 2018, 2019 dan 2020 (mulai pandemi). Pada 2021 mencapai 4,20% dan 3,60% pada kuartal III-2022 di tengah target 4,30% pada 2022. Target itu naik menjadi 4,40% pada 2023 dan 4,50% pada 2024.

Ketiga, untuk lebih fokus dalam mengembangkan pariwisata, pada 2015 pemerintah menetapkan 10 destinasi wisata super prioritas di luar Bali. Sebut saja, Candi Borobudur, Jateng; Mandalika, NTB; Labuan Bajo, NTT; Bromo Tengger Semeru, Jatim; Kepulauan Seribu, DKI Jakarta; Dana Toba, Sumut; Wakatobi, Sulut; Tanjung Lesung, Banten; Morotai, Maluku Utara dan Tanjung Kelayang, Bangka Belitung. Lalu pada 2019 lahirlah 5 Destinasi Super Prioritas di Luar Bali: Danau Toba, Sumut; Candi Borobudur, Jateng; Mandalika, NTB; Labuan Bajo, NTT dan Likupang, Sulut.

Keempat, sayang sekali pemerintah belum menyentuh Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang berpotensi menjadi destinasi super prioritas. Dulu Gunung Kidul yang dikenal gersang, kini memiliki potensi amat tinggi untuk menjadi destinasi wisata terutama dari kecantikan sejumlah pantainya.

Apa keunggulan Gunung Kidul? Dari sekitar 59 pantai, baru 18 wisata pantai yang sudah terkenal seperti pantai Indrayanti, Pok Tunggal, Timang, Siung, Wediombo, Sadeng, Ngobara, Baron, Kukup, Sepanjang dan Drini.

Selama ini, DIY memiliki 2 desa wisata yakni Desa Wisata Widosari, Kabupaten Kulon Progo dan Desa Wisata Tepus, Kabupaten Gunung Kidul yang menerima Anugrah Desa Wisata Indonesia dari Kemenparekraf pada April 2022. Kedua desa wisata itu merupakan 2 dari 50 desa wisata yang dipilih dari 500 desa wisata seluruh Indonesia.

Untuk mengerek pariwisata Gunung Kidul, telah terbit buku Gunung Kidul, The Next Bali oleh Cyrillus Harinowo dkk. Peluncuran buku baru itu berlangsung di Pendopo Budaya, Wonosari, Gunung Kidul, DIY pada 20 Agustus 2022.

Oleh karena itu, Kemenparekraf harus terus meningkatkan destinasi wisata baru lainnya. Bahkan Sandiaga Solahuddin Uno Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif perlu mengunjungi daerah-daerah yang berpotensi tinggi menjadi destinasi wisata super prioritas seperti Gunung Kidul.

Untuk membantu pemerintah daerah Gunung Kidul, BCA telah lama membina Karang Taruna di beberapa kecamatan di Gunung Kidul. Pengembangan SDM menjadi elemen terpenting dan tulang punggung dalam meningkatkan dan memelihara kelestarian desa wisata.

Aktivitas itu diselenggarakan melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR). Inilah tantangan bagi bank papan atas lainnya seperti Bank Mandiri, BRI, BNI, BTN, CIMB Niaga, BSI, Bank Permata, OCBC NISP, Bank Panin untuk ikut menggenjot pariwisata.

Kelima, ingat bahwa CSR telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) efektif 16 Agustus 2007. Ayat 3 pasal 74 UU tersebut menitahkan bahwa perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban dikenai sanksi.

Tetapi, pengembangan pariwisata melalui CSR sudah sepatutnya berpedoman pada pariwisata yang berkelanjutan yang meliputi pengelolaan keberlanjutan, keberlanjutan sosial ekonomi, budaya dan lingkungan. Hal itu tertuang pada Peraturan Kemenparekraf Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan efektif 7 Juli 2021.

Keenam, sejauh mana laju investasi? Data Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang terbit pada 24 April 2023 mencatat realisasi investasi Rp328,9 triliun per triwulan I-2023 naik 16,5% dibandingkan triwulan I-2022. Investasi itu meliputi investasi asing Rp177 triliun (53,82%) dan investasi dalam negeri Rp151,9 triliun (46,18%).

Namun investasi itu belum mampu menyerap tenaga kerja seperti sebelum pandemi. Pada triwulan I-2022, investasi Rp1 triliun dapat menyerap tenaga kerja 1.206 orang sedangkan pada triwulan I-2023 “hanya” 1.170 orang. Mengapa? Karena investasi lebih ke sektor padat modal berbasis teknologi sehingga kurang menyerap banyak tenaga kerja. Padahal Indonesia masih membutuhkan investasi ke sektor padat karya daripada padat modal. Ini tantangan serius Kementerian Investasi/BKPM.

Ketujuh, untuk mengerek investasi juga diperlukan regulasi yang sanggup mendorong investasi. Untunglah telah terbit UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. UU itu yang berbentuk omnibus law itu telah disahkan pada 5 Oktober 2020.

Namun, Mahkamah Konstitusi (MK) pada 25 November 2021 telah menyatakan UU itu cacat formil dan inkonstitusional bersyarat. MK memberi waktu kepada pemerintah untuk memperbaiki UU itu dalam kurun 2 tahun dengan syarat melibatkan partisipasi publik secara bermakna.

Tetapi pemerintah pada 30 Desember 2022 malah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Hal itu bertujuan untuk menghadapi ketidakpastian global dan ekonomi Indonesia bergantung pada investasi dan ekspor. Kini DPR telah mensahkan Perppu itu menjadi UU Nomor 6 Tahun 2023.

Kedelapan, pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu hal penting bagi investor global sebelum berinvestasi di suatu negara. Meski diterpa pandemi, ekonomi Indonesia tetap tumbuh 2,02% pada 2020, 3,56% pada 2021 dan 5,31% pada 2022 melampaui target 5,2% pada 2022.

Kesembilan, investor global pun memperhitungkan kondisi risiko negara (country risk). Risiko negara adalah suatu cara pengukuran mengenai tingkat ketidakpastian politik dan ekonomi dalam suatu negara yang dapat berdampak pada nilai pinjaman dan investasi di negara tersebut (Alan C. Shapiro, 1998).

Risiko negara meliputi 3 komponen: risiko politik (50%), ekonomi (25%) dan finansial (25%). Sarinya, risiko politik mendominasi dalam membentuk risiko negara. Kini risiko negara Indonesia tercatat risiko moderat (moderate risk) menurut International Country Risk Guide (ICRG) bersama Thailand per Maret 2023. Singapura, Malaysia, Filipina dan Vietnam masuk risiko rendah (low risk). Untuk itu, Indonesia wajib mengendalikan kondisi politik yang kini mulai memanas terlebih kelak menjelang pemilu pada 14 Februari 2024. Kestabilan politik akan memegang peran penting dalam menyuburkan pertumbuhan ekonomi.

Kesepuluh, apa saja jenis investasi untuk mendukung pariwisata? Jaringan komunikasi: listrik, telepon, internet yang berkelas dunia. Pun, investasi dalam infrastruktur: bandara, pelabuhan, hotel, jalan, jembatan dan pusat tenaga listrik. 

Ketika aneka faktor kunci keberhasilan itu telah terpenuhi dengan jitu, (investasi) pariwisata akan kian gemerincing! Sungguh!

*) Penulis adalah Staf Ahli Pusat Pariwisata Berkelanjutan Indonesia (PPBI), Unika Atma Jaya Jakarta, Pengamat Perbankan dan Assistant Vice President BNI (2005-2009)

Related Posts

News Update

Top News