Jakarta–Bank Indonesia (BI) mencoba mendorong kontribusi industri perbankan terhadap perekonomian nasional dari sisi penyaluran kredit. Untuk itu bank sentral berniat melonggarkan rasio kredit terhadap pendanaan atau LFR.
LFR yang sekarang ditetapkan di kisaran 78-92% akan dikaji untuk memberi pesan pada perbankan untuk melakukan percepatan pertumbuhan kredit.
Direktur Makroprudensial BI, Yati Kurniati mengatakan, bahwa kondisi ketahanan perbankan saat ini cukup baik namun ada kecenderungan berhati-hati dalam penyaluran kredit. Hal tersebut tidak terlepas dari adanya tren kenaikan rasio kredit bermasalah atau NPL akibat imbas pelambatan ekonomi yang menurunkan permintaan (demand) kredit.
“Mereka masih hati-hati untuk lending ke nasabah baru yang mereka belum tahu perilakunya guna menghindari kenaikan NPL lagi,” ujarnya di Gedung BI, Jakarta, Jumat, 27 Mei 2016.
Dari sisi demand sendiri, lanjutnya, juga menurun karena pertumbuhan ekonomi masih melambat jadi dunia usaha memikirkan untuk survival atau gunakan dana sendiri. Bank sentral sendiri memerhatikan kondisi tersebut.
“Kami lihat ada beberapa bank yang laba dan likuiditas dan indikator-indikator perbankannya bagus tapi LFR dia masih di bawah treshold. Makanya ada kebijakan LFR untuk kejar itu, mendorong bank-bank yang kuat masuk range mengoptimalkan fungsi intermediasinya. Besarannya masih dalam kajian,” papar Yati.
BI sendiri telah menetapkan rentang LFR ideal perbankan di 78% hingga 92%. Formulasi LFR sendiri adalah kredit dibagi pendanaan, dalam hal ini dana pihak ketiga (DPK) ditambah surat berharga yang bank terbitkan. (*)
Editor: Paulus Yoga