Jakarta – Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia arsjad Rajid mendesak Amerika Serikat untuk lebih adil dalam pemberian subsidi hijau bagi mineral untuk kendaraan listrik. Arsjad turut menyampaikan keprihatinan atas pengucilan terhadap mineral kritis Indonesia terkait paket subsidi Amerika Serikat (AS) untuk teknologi hijau.
Pemerintah AS akan menerbitkan pedoman kredit pajak bagi produsen baterai dan EV di bawah Undang-Undang Pengurangan Inflasi dalam beberapa minggu kedepan. Undang-Undang ini mencakup $370 miliar dalam subsidi untuk teknologi energi bersih.
Namun, karena Indonesia belum memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan AS dan dominasi perusahaan China dalam industri nikel, muncul kekhawatiran bahwa baterai yang mengandung komponen bersumber dari Indonesia dianggap tidak memenuhi syarat untuk kredit pajak Inflation Reduction Rate (IRA) secara penuh.
Arsjad menegaskan bahwa Indonesia dapat memainkan peran penting dalam memenuhi kebutuhan AS akan kendaraan listrik dan baterai. Pasalnya, Indonesia memiliki sepertiga dari dari total cadangan nikel dunia yang menempatkan Indonesia pada posisi pertama. Indonesia pun tengah bekerja sama dengan perusahaan multinasional untuk membangun rantai pasokan nikel terpisah untuk China dan Non-China.
“Indonesia adalah teman bagi China dan negara barat. Kami menyediakan mineral penting bagi China Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Kami berupaya memastikan memiliki portofolio inklusif baik China maupun Non-China dalam sektor pertambangan nikel guna mencapai kesepakatan perdagangan yang adil dan saling menguntungkan,” jelas Arsjad dikutip Selasa, 4 April 2023.
Adapun berbagai negara telah berinvestasi di Indonesia pada sektor pertambangan, khususnya untuk pengembangan kendaraan listrik dan baterai. Beberapa diantaranya, yaitu LG, SK Group, Samsung, dan Hyundai.
Di samping itu, Arsjad juga menekankan pentingnya melihat Indonesia dan ASEAN sebagai alternatif untuk China. AS diharapkan memberikan status yang setara kepada anggota Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik (IPEF), sama seperti negara-negara yang memiliki perjanjian perdagangan bebas penuh dengan Amerika Serikat.
“Kami sedang berdiskusi tentang IPEF, dan semangat perjanjian itu adalah kerja sama. Jika Amerika mengecualikan ASEAN, rasanya sangat tidak adil,” ujar Arsjad.
Dalam industri pengembangan kendaraan listrik, Arsjad juga turut mengajak AS maupun Uni Eropa untuk menaruh kepercayaan pada Indonesia dan negara ASEAN lainnya. Arsjad optimis bahwa kawasan ini akan menjadi mitra strategis baik AS, Uni Eropa maupun China dalam sektor energi bersih.
“Langkah ini diharapkan dapat memperkuat hubungan ekonomi dan politik bagi ASEAN terhadap global, serta memberikan manfaat bagi industri dan perekonomian Indonesia secara keseluruhan,” ungkapnya. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra