Bali – Ketergantungan Indonesia terhadap mata uang dolar AS masih tinggi, hal ini mendorong Bank Indonesia untuk mengeluarkan berbagai bauran kebijakan dan strategi demi mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap mata uang AS tersebut.
Tujuannya adalah agar dampak gejolak ekonomi global tidak terlalu besar terhadap perekonomian Indonesia. Menurut Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo, masih tingginya ketergantungan Indonesia terhadap dolar AS, tentunya akan berdampak besar terhadap stabilitas perekonomian Indonesia.
“Kita mencoba mengurangi ketergantungan kepada mata uang utama, dolar AS. Karena, kalau hanya bergantung pada satu atau dua mata uang, gejolak dari negara-negara pemilik mata uang itu akan berpengaruh ke kita,” ujar Dody seperti dikutip 28 Maret 2023.
Asal tahu saja, dolar AS saat ini sebagai mata uang dominan yang juga diakui sebagai global currency. “Jik kita bisa mengurangi sedikit ketergantungan dengan global currency, maka akan keluar dengan satu opsi bahwa gejolak dan kerugian akan berkurang,” tambah Dody.
Lebih lanjut kata Dody, salah satu upaya yang dilakukan Bank Indonesia dalam mengurangi ketergantungan dolar AS yakni dengan mengandalkan local currency transaction atau transaksi mata uang lokal di Asean. Bahkan, hal ini juga bisa dilakukan dengan menggunakan digital payment antar negara.
“Misalnya seperti QR Indonesia dan Thailand itu yang sudah terhubung. Dengan digital payment connectivity kita bisa terinterkoneksi dengan kawasan,” ucap Dody.
Kerja sama fast payment antara negara dengan mata uang lokal akan memudahkan transaksi para wisatawan di negara tersebut. Apalagi, banyak wisatawan indonesia berkunjung ke negara gajah putih itu. Begitu juga dengan Tiongkok.
Dia mengatakan, dengan adanya crossborder payment, hal ini tentunya menjadi salah satu bukti bahwa Asean adalah epicentrum of growth. “Kita akan menuju kawasan yang terinterkoneksi, inklusif, dan sejahtera. Itu adalah semangat AEC 2025,” tutup Dody. (*)