BI: ASEAN Jadi Pusat Pertumbuhan di Tengah Gejolak

BI: ASEAN Jadi Pusat Pertumbuhan di Tengah Gejolak

Jakarta – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, selama tiga tahun terakhir ASEAN menjadi pusat pertumbuhan dan resiliensi ketika dunia dilanda ketidakpastian akibat dari pandemi Covid-19 dan berbagai gejolak.

Di tahun 2022, inflasi di Tanah Air cenderung tinggi karena harga komoditas global, rantai pasok, dan pandemi Covid-19 yang mencapai 6,3%. Tetapi, di tahun 2023 BI optimis negara ASEAN 5 inflasinya akan menurun ke level 3,3% dan tahun 2024 sebesar 3,2%.

“Semakin pesatnya pertumbuhan ekonomi yang tinggi, maka semakin pesat juga upaya dalam upaya mengendalikan inflasi, baik stabilitas makroekonomi dan finansial,” ujar Perry dalam High Level Seminar ASEAN Matters Epicentrum of Growth, Senin, 6 Maret 2023.

Menurutnya, pertumbuhan yang cukup baik ini dikarenakan ASEAN sangatlah disiplin dalam menentukan kebijakan moneter di Bank Sentral. 

Kebijakan tersebut, bukan hanya menaikkan suku bunga acuan dan menstabilisasi nilai tukar, namun ASEAN juga mendukung pertumbuhan ekonomi melalui akomodasi makroprudensial dan digitalisasi sistem pembayaran. Ini yang kemudian mendukung pertumbuhan ekonomi dan inklusi di kawasannya.

“Kenapa ASEAN matters as the epicentrum growth? Karena kami secara konsisten melakukan reformasi struktural,” ungkapnya.

Perry menambahkan, ASEAN terus mereformasi perdagangan dan investasinya, sementara negara-negara lain melakukan fragmentasi, kebijakan pintu tertutup. Tetapi ASEAN, secara umum justru membuka pintu perdagangan dan investasinya.

“Indonesia adalah salah satu contohnya. Di tengah-tengah terjadinya pandemi Covid-19, kami justru melakukan sejumlah reformasi struktural. Misalnya, kami menyusun UU Cipta Kerja, mengekspansi hubungan dagang dan investasi, juga melakukan hilirisasi, ini yang kemudian mendukung pertumbuhan ekonomi kami,” jelasnya.

Namun demikian, Perry menambahkan bahwa kondisi ekonomi global yang masih menghadapi turbulensi masih perlu terus diwaspadai, terutama dengan kondisi ekonomi yang terfragmentasi mengingat masih berlangsungnya tensi geopolitik Rusia dan Ukraina, serta memanasnya perang dagang Amerika Serikat dan China.(*)

Editor: Rezkiana Nisaputr

Related Posts

News Update

Top News