NIM Tebal di Era Digital Sudah Tak Relevan

NIM Tebal di Era Digital Sudah Tak Relevan

Jakarta – Net Interest Margin (NIM) perbankan di Indonesia dinilai terlalu tinggi, bahkan tertinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Hingga Desember 2022 NIM perbankan secara nasional berada di angka 4,71%. Pengamat Perbankan Universitas Bina Nusantara (Binus) Doddy Ariefianto menilai, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu melakukan studi untuk menentukan NIM yang ideal bagi perbankan di Tanah Air.

“OJK bisa melakukan studi, OJK kan punya divisi riset jadi lakukan studi dan lakukan diskusi dengan bank. NIM sebesar itu untuk cover apa? Beberkan data, nanti ketauan itu semua,” ujar Doddy saat dihubungi Infobanknews, dikutip Selasa, 14 Februari 2023.

Sehingga, OJK perlu melakukan riset sebagai acuan untuk besaran NIM di Indonesia agar tidak dipolitisasi. Meskipun, besaran NIM antara bank besar dan bank kecil pasti berbeda.

“Mungkin setiap bank gak sama, mungkin bank besar berapa, yang saya duga NIM-nya lebih kecil daripada bank-bank kecil, BPR beda lagi. Jadi ada acuan shingga bisa jadi guidance sehingga tidak dipolitisasi. Ya gak mungkin NIM di Indonesia 1%, gak bakal hidup banknya, tapi lantas 4,71% dibiarin gak juga,” ungkapnya.

Menurutnya, memang Indonesia merupakan negara kepulauan, masuk akal jika NIM yang tebal tersebut untuk membiayai operasional bank. Namun, di era serba digital, hal ini tentu sudah tidak relevan lagi.

“Apakah itu NIM harus besar gara-gara biaya operasional karena negara kita kepulauan. Masuk akal, tapi apakah benar seperti itu? nah itu kan harus lihat angka. Bank harus bisa tunjukan berapa, sekarang era digitial jadi apakah masih justified? mungkin kalau di tahun 2000 bank mungkin justified dengan NIM segitu,” jelasnya.

Doddy pun mencontohkan dengan Thailand yang NIM-nya sekitar level 3,5%, dimana bisa menjadi acuan untuk Indonesia yang kondisi geografisnya hampir sama, meski tidak seluas Indonesia. Namun perlu juga dipertimbankan secara bijak karena NIM tujuannya untuk mengcover biaya operasional bank.

“Kemudian dilihat dari risiko kredit, saya lihat data dari ASEAN mestinya risiko kredit Indonesia tidak lebih jelek dari Thailand, kalau Thailand bisa 3,5%, kita 4,71% ketinggian. Bank kan bisnis kompetitif, jadi mestinya mengikuti mekanisme pasar, tapi ini kenapa gak turun?,” pungkasnya.

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga menyoroti tebalnya NIM atau margin bunga bersih perbankan di Tanah Air. Tercatat di tahun 2022 NIM bank-bank besar, seperti PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) sebesar 6,85%, Bank Mandiri 5,47%, Bank Negara Indonesia (BNI) 4,81%, dan Bank Central Asia (BCA) sebesar 5,3%.(*)

Editor: Rezkiana Nisaputra

Related Posts

News Update

Top News