Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, Indonesia akan terbebas dari ‘awan hitam’ di tahun 2023, dan tahun tersebut adalah tahun pertaruhan dimana Indonesia diharapkan bisa ‘lepas landas’.
“Tentu tahun depan adalah pertaruhan Indonesia, karena kalau kita bisa menangani tantangan yang ada di tahun depan, maka kami berharap bahwa Indonesia bisa lepas landas berikutnya. Karena tantangan kita sudah dua tahun ini kita bisa survive, tinggal tahun depan lagi kita harus bisa bertahan dan pada saat itu tidak banyak juga negara yang bisa take off seperti Indonesia,” ujar Menko Airlangga.
Kinerja perekonomian Indonesia sangat impresif, pertumbuhan ekonomi nasional yang pada kuartal ketiga berhasil menembus angka 5,72% (yoy), penurunan inflasi hingga ke titik 5,42% (yoy) pada November 2022 dan cadangan devisa yang positif, neraca perdagangan yang telah mengalami surplus selama 30 bulan berturut-turut.
Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmi Radhi menambahkan, tahun depan indonesia pun masih akan merasakan windfall dari komoditas energi.
“Saya kira perang Rusia-Ukraina belum akan berakhir negara Eropa tidak bisa menggunakan gas dari Rusia tetapi akan kembali menggunakan batubara, nah ini jadi pasar baru bagi Indonesia. Termasuk pertambangan lainnya, Nikel, saya kira sudah tahun hilirisasi sudah cukup berjalan dengan bagus. Hingga ekspor nikel kami nilai tambah lebih tinggi dibanding biji nikel, ini juga akan menjadi pemasukan devisa yang berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi,” kata Fahmy dikutip 13 Desember 2022.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi indonesia akan tetap ditopang oleh kuatnya ekonomi domestik. “Dengan PE yang tetap dicapai taruhlah 5,2% tahun 2023, ini saya kira akan memicu daya beli rakyat, konsumen indonesia, dengan naiknya daya beli konsumen tadi, yang selama tadi tulang punggung, pertumbuhan ekonomi akan terjaga. Jadi kita optimis 2023 apakah pertumbuhan ekonomi atau inflasi rendah atau nilai tukar rupiah akan cukup bagus,“ ungkap Fahmy.
Lebih lanjut mengenai peluang ekspor ke luar negeri, Fahmy mengatakan masih ada peluang untuk itu. Meski negara-negara tujuan ekspor misalnya Amerika Serikat (AS), negara-negara Eropa, Jepang, mengalami perlambatan, namun masih ada peluang untuk ekspor karena mereka belum jatuh ke jurang krisis.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal mengungkapkan ekonomi domestik akan berperan penting dalam menopang perekonomian Indonesia tahun depan di tengah kelesuan ekonomi global. Indonesia diprediksi mampu bertahan pada fase suram tersebut, meski mendapati pelambatan.
“Karena ekonomi domestiknya, konsumsi dalam negerinya masih bagus. Menurut saya, itu yang menopang pertumbuhan. Tapi ada tekanan global, ini yang sedikit mereduksi pertumbuhan ekonomi nasional,” ujarnya.
Menurut Faisal, ekonomi Indonesia memang dipastikan tetap terdampak kondisi ekonomi global lewat perdagangan ataupun investasi, meski tidak seberat yang terjadi pada negara ASEAN lain seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Singapura. Pelambatan ekonomi akan banyak disebabkan oleh neraca perdagangan.
“Karena kita prediksikan net ekspor yang pada tahun ini dan khususnya pada tahun 2021-2022 itu tinggi sekali dan itu menopang pertumbuhan ekonomi kita sehingga bisa sampai 5% kita prediksikan sampai 5% di tahun ini, di tahun depan itu sudah mulai menipis net export-nya,” paparnya.
Menurutnya, ekspor bersih (net export) memang berkurang besaran nilainya, namun masih surplus. Pengurangan itu dipengaruhi perlambatan ekonomi global. Di sisi lain, harga beberapa komoditas yang sempat menikmati windfall profit juga mengalami penurunan. Komoditas energi yang sebelumnya menjadi andalah ekspor juga mengalami pelambatan.
“Dan ada juga efek dari harga komoditas yang sudah mulai turun. Juga terutama yang non energi yang menjadi andalan. Harga komoditas andalan kita yang non energi itu ada sedikit perlambatan,” tambahnya.
Hal itu yang mengakibatkan ekspor bersih Indonesia mengalami penyempitan dan otomatis berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi tahun depan. “Ini yang kemudian menyebabkan net ekspor nya menyempit otomatis juga kontribusi terhadap pertumbuhan ekonominya itu juga berkurang,” tutup dia. (*)