Tahan Inflasi, Bunga Acuan BI Diprediksi Naik Lagi jadi 4,0%

Tahan Inflasi, Bunga Acuan BI Diprediksi Naik Lagi jadi 4,0%

Jakarta – Bank Indonesia (BI) diprediksi kembali akan menaikan suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps menjadi 4,0% dengan lending dan deposit facility yang juga naik dengan poin presentase yang sama dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada periode September 2022 ini.

“Keputusan ini pada dasarnya mengacu kepada tujuan BI untuk menjaga stabilitas rupiah dan mengendalikan inflasi sesuai jangkar BI yaitu 2% – 4% dan ditambah untuk tetap dapat menjaga momentum pertumbuhan,” ujar Ekonom dan Co-Founder & Dewan Pakar Institute of Social, Economics and Digital/ISED Ryan Kiryanto, Rabu, 21 September 2022.

Tingkat inflasi pada Agustus 2022 yang sebesar 4,69% yoy, ia memperkirakan pada September 2022 inflasi akan mencapai 5,9% yoy serta ekspektasi inflasi sepanjang 2022 sebesar 5,24% yoy. Maka, kenaikan bunga acuan BI sebesar 25 bps merupakan opsi keputusan yang tepat.

Menurutnya, kenaikan harga BBM telah mendorong tingkat inflasi yang berdampak pada kenaikan tarif angkutan umum hingga harga kebutuhan pokok.

“Hal tersebut meningkatkan ekspektasi inflasi di 2022 ini akan melampaui target yang 2% – 4% prediksi BI dan 3% prediksi dari pemerintah atau asumsi APBN 2022. Jadi pendorong kenaikan BI Rate mutlak karena adanya kenaikan realisasi inflasi hingga akhir bulan ini ditambah kenaikan ekspektasi pasca kenaikan harga BBM,” kata Ryan.

Selain itu, faktor eksternal juga menjadi pertimbangan BI untuk menaikan bunga acuannya, yaitu konsensus perkiraan kenaikan suku bunga oleh The Fed (FFR) yang agresif sebesar 75 bps pada pertemuan FOMC September ini, menjadi 4 bps – 4,25 bps, untuk mengerem laju inflasi yang tinggi yaitu 8,3% di Agustus 2022. Dengan demikian, ruang bagi BI untuk menahan bunga acuan sangat tipis sekali.

“Dengan pertimbangan domestik dan eksternal dan upaya mencapai target inflasi 2% – 4% di tahun ini, RDG BI yang menaikkan bunga acuan 25 bps merupakan keputusan tepat dengan melanjutkan kenaikan RDG BI bulan Agustus lalu dengan besaran yang sama. Ini sekaligus mencerminkan sikap BI yang hati-hati, preemptive, forward looking serta cenderung pro pertumbuhan menyikapi dinamika internal dan eksternal,” pungkasnya.

Meski demikian, apabila sektor perbankan kemudian juga akan menyesuaikan suku bunga simpanan dan kreditnya, hal ini merupakan respon kebijakan yang lumrah atau wajar sesuai dengan mekanisme pasar.

“Oleh karena itu, dengan menaikkan bunga acuan yang terukur dengan besaran hanya 25 bps di tengah momentum pertumbuhan dan indikator utama makroekonomi (leading indicator economic) yang tetap terjaga dengan baik, diharapkan tidak akan terlalu berdampak kontraktif (menahan atau mengerem) pada pertumbuhan ekonomi,” tambah Ryan.

Kenaikan bunga acuan, tambah Ryan, sudah diperkirakan banyak analis dan ekonom serta pelaku pasar. “Sejatinya sudah price-in di pasar. Pernyataan BI yg akan selalu memantau perkembangan pasar dan perekonomian global dan domestic, memberikan garansi bahwa bank sentral selalu ada di pasar serta kebijakannya ahead the curve (antisipatif dan preemptive) dapat meningkatkan kepercayaan pasar,” tutup Ryan. (*) Irawati

Related Posts

News Update

Top News