Jakarta – Disahkannya Undang Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) oleh DPR RI akan membawa dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Transaksi keuangan maupun bisnis, menjadi lebih aman dan nyaman.
“Konsumen akan lebih aman dan lebih mau bertransaksi lebih di platform yang menjamin keamanan data mereka. Makanya secara tidak langsung berdampak ke ekonomi melalui konsumsi yang lebih banyak,” ujar Ekonom Indef, Nailul Huda, dikutip Selasa, 20 September 2022.
Menurut Nailul, meski tidak sepenuhnya terlindungi, jika ada kebocoran, kita masih bisa menuntut pihak ketiga. “Akhirnya menjadi disinsentif bagi pihak ketiga apabila datanya bocor. Maka mereka akan memperkuat keamanan data mereka,” katanya.
Kemudian untuk mengawasi proses ini, ia mengusulkan agar dibentuk badan pengawas yang independen. “Badan pengawas perlindungan data pribadi seperti wasit yang memutuskan bersalah atau tidaknya pihak ketiga dalam kasus kebocoran data pribadi kita. Jadi memang perlu wasit yang lebih independen karena kasus kebocoran juga terjadi di platform milik pemerintah,” jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memaparkan potensi ekonomi digital di indonesia. Nilai ekonomi digital Indonesia juga diprediksi akan mengalami peningkatan hingga dua kali lipat menjadi USD146 miliar pada 2025, untuk itu Pemerintah terus berupaya mengakselerasi transformasi digital guna mendukung peningkatan ekonomi digital Indonesia di masa mendatang.
“Mempercepat transformasi digital adalah kunci untuk membuka potensi kita dalam daya saing global dan pembangunan jangka panjang, memberdayakan masyarakat dan bisnis untuk meraih peluang pasar baru, terutama untuk pemulihan pasca pandemi,” ungkap Airlangga, kemarin.
Guna menciptakan iklim bisnis digital yang kondusif, salah satunya pemerintah mengeluarkan UU Perlindungan Data Pribadi ini. “Pemerintah mendorong terbitnya regulasi yang adaptif, agile, dan progresif, pada akhirnya menjadi salah satu syarat penting dalam menciptakan iklim bisnis digital yang sehat,” tandas Menko Airlangga yang juga sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengungkapkan, pemerintah patutnya memperhatikan pelaku usaha mikro dalam upaya akselerasi transformasi digital ekonomi.
“Menurut saya adalah pelibatan dari pelaku terutama dari produsen. Bukan dari konsumen. Kalau konsumen kan sudah banyak penggunanya. Indonesia kan pasar digital-nya besar sekali, bahkan dimanfaatkan oleh para pelaku dari luar negeri. Sekarang bagaimana transformasi digital itu bisa membangun bisnis di sisi pelakunya, sisi produksinya, terutama yang mikro,” ujar Faisal.
Lebih lanjut Faisal menilai, sebenarnya cakupan akselerasi transformasi digital mempunyai cakupan cukup luar agar bisa bermanfaat bagi ekonomi. Namun yang utama adalah pendampingan pelaku usaha kecil menengah yang jumlahnya sangat besar di Indonesia.
Pemerintah diminta tidak hanya menyiapkan infrastruktur dan platform digital, tetapi juga menyediakan pendampingan dari hulu hingga hilir agar para pelaku usaha bisa lebih kompetitif dan mampu bersaing di platform digital. “Jadi ke pelaku usahanya ada transformasi yang membuat mereka betul-betul ada peningkatan nilai tambah dari bisnis mereka karena mereka terdigitalisasi,” tambahnya.
Menurutnya hal itu adalah hal yang penting dalam upaya akselerasi transformasi digital. Pemerintah juga diminta untuk memastikan pelaku dan produk, keduanya berasal dari dalam negeri. “Itu yang paling inti, jadi bagaimana pendampingan untuk memastikan bahwa pengguna dari platform-platform digital itu adalah banyak dari pelaku di dalam negeri, produknya juga dari dalam negeri. Itu yang paling penting,” pungkasnya. (*)