Jakarta – Hari ini (1/9) ratusan korban anggota Koperasi Simpan Pinjam Sejahtera Bersama (KSP-SB) melakukan aksi damai di sekitaran Patung Kuda, Monas, Jakarta. Mereka menuntut agar Presiden RI Joko Widodo turun tangan langsung dalam menindaklanjuti kasus gagal bayar tersebut.
Bernadus Waluyo salah satu korban KSP-SB dari Yogyakarta mengatakan, realisasi skema pembayaran uang simpanan tahap pertama tidak sesuai dengan ketentuan penundaan kewajiban pembayaran uang (PKPU) yang merujuk pada putusan homologasi Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No.238/PDT.SUS/PKPU/2020/PN.Niaga/Jkt. Pst, yaitu pembayaran simpanan secara bertahap dan tahap pertama dibayarkan pada Juli 2021dan berakhir pada Desember 2025.
“Kemudian dalam perkembangannya selama PKPU tidak terjadi pembayaran sesuai homologasi, itu membuat kami bergerak. Jadi mereka sudah tidak bisa membayar sejak 2021,” ujar Bernadus.
Lanjutnya, bila sesuai dengan homologasi KSP-SB akan membayarkan dalam jangka waktu lima tahun sebanyak 10 kali pembayaran dengan termin per enam bulan.
“Seharusnya pembayaran mulai bulan Juli 2021, Januari dan Juli 2022 harusnya sudah yang ketiga dan Januari 2023 yang keempat, tapi yang pertama saja belum selesai,” pungkasnya.
Di sisi lain, dari pertemuan anggota KSP-SB dengan Teten Masduki Menteri Koperasi dan UKM pada 19 Mei 2020 lalu, Menkop UKM menyampaikan, bahwa kasus ini terkait dengan mafia PKPU. Sehingga, Menkop UKM membentuk Satgas Penanganan Koperasi Bermasalah. Namun, dalam kenyataannya Satgas tersebut tidak memberikan dampak apapun hingga detik ini.
“Ini yang harus kami sampaikan kepada Pak Presiden agar peduli dan berkenan untuk turun tangan secara langsung terkait PKPU. Karena sudah ditugaskan kepada Menkop sesuai kewenangan dan membentuk satgas, namun tidak memberikan efek apapun,” tegas Bernadus.
Menurutnya, Menteri Menkop dan satgasnya sudah tidak bisa menangani kasus ini lagi. Dengan alasan, satgas mengalami keterbatasan kewenangan.
“Sedangkan dalam fungsional pengawasan itu sebagai koperasi primer tingkat nasional itu KSP-SB ada dalam pembinaan Kementerian Koperasi, artinya deputi pengawas perkoperasian tidak mengawasi tidak melakukan tugas-tugasnya dengan baik dan sudah melakukan kelalaian,” tambah Bernadus.
Saat ini, dana yang dikembalikan disebutkan hanya sebesar Rp2,315 triliun. Sedangkan, dalam verifikasi tagihan PKPU tercatat Rp8,878 triliun. Sehingga adanya selisih Rp6,539 triliun yang akan amortisasi selama 10 tahun.
“Pembayaran tahap pertama hanya dibayarkan Rp500.000 per anggota, seharusnya kan 4% dari portofolio jumlah uang yang tersimpan oleh anggota di dalam koperasi saja tidak terpenuhi. Sekarang berdasarkan rapat paripurna diminta untuk meratakannya, semua itu mereka mencoba mengalihkan untuk melanggar didalam skema holomogasi. Kami hanya berharap uang kami kembali,” imbuhnya. (*) Irawati