Jakarta – Kondisi kinerja ekspor Indonesia pada bulan Juni 2022 menunjukan pertumbuhan yang signifikan sebesar USD26,09 miliar dibandingkan dengan ekspor bulan Mei 2022 sebesar USD21,51 miliar. Peningkatan tersebut didukung oleh kembali naiknya ekspor produk sawit dan diharapkan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi di kuartal II-2022.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu menjelaskan, bahwa peningkatan ekspor yang sejalan dengan upaya stabilisasi harga diharapkan dapat memberikan dukungan pada pertumbuhan dan pemulihan ekonomi, serta menjaga kesejahteraan rakyat tetap kuat.
“Peningkatan ekspor produk sawit ini penting di tengah eskalasi berbagai risiko global akibat perang di Ukraina yang berkepanjangan serta berbagai tantangan multidimensional lainnya seperti pandemi yang belum sepenuhnya selesai secara merata di seluruh dunia,” ucap Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu dalam keterangannya, Selasa, 19 Juli 2022.
Pertumbuhan ekspor yang mencapai 40,68% yoy terutama didorong oleh kontribusi sektor nonmigas yang tumbuh 41,89% yoy, sementara sektor migas tumbuh 23,68% yoy. Industri pengolahan konsisten sebagai kontributor utama ekspor Indonesia yang mencapai sebesar USD18,27 miliar atau 70,01% dari total ekspor, diikuti sektor pertambangan sebesar USD5,93 atau 22,72% dari total ekspor, migas USD1,53 miliar atau 5,87% dari total ekspor, dan pertanian 0,36 atau 1,4% dari total ekspor.
Di sisi lain, kinerja impor juga kembali menguat didukung oleh impor bahan baku yang menandakan aktivitas ekonomi domestik yang terus membaik. Impor bulan Juni tercatat sebesar USD21,00 miliar dibandingkan dengan Mei 2022 yang sebesar USD18,60 miliar atau tumbuh 21,98 % yoy. Pertumbuhan impor ini terutama didorong oleh sektor migas yang tumbuh 59,84% yoy, sementara sektor nonmigas tumbuh 16,15% yoy. Impor bahan baku merupakan impor terbesar yaitu sebesar USD16,23 miliar, kemudian diikuti oleh impor barang modal USD3,08 miliar dan barang konsumsi USD1,7 miliar
Menguatnya kedua komponen perdagangan internasional ini mendorong surplus neraca perdagangan bulan Juni sebesar US$5,09 miliar, terutama ditopang oleh sektor nonmigas yang mencatatkan surplus sebesar US$7,23 miliar, sedangkan sektor migas mengalami defisit sebesar US$2,14 miliar. Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 26 bulan berturut-turut. Secara kumulatif, neraca perdagangan Indonesia tahun berjalan tercatat surplus sebesar USD24,88 miliar.
Pemerintah menyadari bahwa kinerja yang tetap kuat pada perdagangan internasional Indonesia ini terjadi di saat dunia sedang dihadapkan pada berbagai risiko global, di antaranya berupa risiko krisis pangan dan energi, tekanan inflasi, dan penurunan kinerja ekonomi Tiongkok. Pemerintah terus mengantisipasi dan menyiapkan mitigasi risiko-risiko ini salah satunya dengan APBN.
“Pemerintah akan terus menggunakan APBN sebagai instrumen sentral dalam upaya mitigasi berbagai risiko agar dampaknya tidak sampai ke masyarakat, seperti melalui kebijakan subsidi dan perlindungan sosial untuk masyarakat miskin dan rentan. Selain itu, penguatan belanja prioritas, seperti untuk pendidikan, kesehatan dan infrastruktur juga terus dilakukan untuk penguatan produktifitas dan peningkatan kapasitas produksi perekonomian nasional,” tutup Febrio. (*) Khoirifa