Jakarta – Super app atau, aplikasi teknologi yang memberikan berbagai layanan dalam satu aplikasi semakin menjadi tren di masyarakat. Menanggapi tren ini, Peneliti Lembaga Demografi Universitas Indonesia, Paksi Walandouw menilai, inovasi teknologi super app mampu memperkuat ekosistem digital dan mendorong pendalaman pasar keuangan.
Ia mengungkapkan, perubahan situasi dan kondisi mulai dari pandemi membuat pertumbuhan digitalisasi luar biasa. Hal ini membuat semua pelaku bisnis memiliki strategi untuk terus melayani berbagai kebutuhan konsumen Indonesia dan membangun ekosistem digital yang semakin kuat.
“Hadirnya super app merupakan cara pelaku bisnis di bidang teknologi untuk melakukan perluasan layanan untuk semakin relevan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia yang pada akhirnya bagus untuk ekosistem digital Indonesia,” ujar Paksi, 30 Juli 2022.
Paksi Walandouw mencontohkan di sektor pasar modal, aplikasi super app Ajaib dapat mendorong pendalaman pasar dengan peningkatan jumlah investor baru. Pada 2019 jumlah investor pasar modal Indonesia sebesar 2,48 juta investor, dan pada Mei 2022 jumlah investor Indonesia mencapai 8,85 juta investor.
Selain itu, kehadiran super app di bidang layanan keuangan juga tidak lepas dari peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Regulator mendorong inovasi teknologi di bidang layanan keuangan melalui kebijakan progresifnya seperti P2P lending dan Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan, yang dapat secara nyata mendorong inklusi keuangan dan ekosistem teknologi Indonesia.
“Dengan bertambahnya pelaku industri fintech dengan layanan investasi digital, secara langsung mengatakan ada demand yang tumbuh. Masyarakat kini sudah lebih mendigitalisasikan tools-nya untuk kebutuhan hidupnya, termasuk layanan investasi digital,” jelas Paksi Walandouw.
Asal tahu saja, laporan Ipsos SEA Ahead Wave 5 yang dirilis pada awal tahun ini meyebut tren penggunaan super app pada masyarakat di Asia Tenggara dapat diklasifikasikan menjadi tiga kebutuhan. Kebutuhan tertinggi, digunakan untuk memesan pengiriman makanan (82%), untuk berbelanja daring (51%), dan terakhir untuk layanan kendaraan atau ride-hailing (43%). (*)