Jakarta – Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang ingin melantai di bursa melalui Initial Public Offering (IPO), harus memenuhi persyaratan yang diklasifikasikan dalam dua papan pencatatan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), yaitu papan utama ditujukan untuk calon emiten yang mempunyai ukuran besar dan mempunyai track record, kedua papan pengembangan untuk perusahaan prospektif namun belum menghasilkan keuntungan dan perusahaan skala kecil menengah.
“Salah satu kemudahan yang dilakukan oleh pihak bursa Indonesia mereka membagi dalam dua papan, jadi kalau perusahaan masih dalam skala bertumbuh kita menyediakan papan pengembangan dan itu ada masing-masing persyaratannya,” kata Edwin Sebayang, Direktur MNC Aset Management, dalam seminar “Potensi dan Peluang BPR Go Public dan Go Digital” yang
diselenggarakan oleh The Finance dan
Perbarindo, Jum’at, 17 Juni 2022.
Persyaratan dari kedua papan pencatatan tersebut antara lain, memiliki aset minimal 5 miliar, harga pencatatan saham minimal Rp100, pemegang saham minimal 500, laba usaha satu tahun buki terakhir ≥ Rp1 miliar, lama beroperasi ≥ 12 bulan berturut-turut.
Bila dilihat berdasarkan dari sisi aset, data yang diambil dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah BPR per Februari 2022 yang memenuhi persyaratan untuk IPO yaitu sebanyak 97,13%.
Di sisi lain, bagi BPR yang ingin IPO masih terhambat oleh regulasi yaitu UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, khususnya di pasal 23, BPR hanya boleh didirikan dan dimiliki oleh Warga Negara Indonesia (WNI).
“Dilihat dari data OJK sebetulnya cukup banyak BPR yang sudah mampu untuk bisa listing, kata kuncinya itu adalah pasal 23 itu dirubah atau di amandemen,” jelas Edwin. (*) Irawati