Jakarta–Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dengan modal inti lebih dari atau sama dengan Rp50 miliar untuk memiliki fungsi audit internal. Pasalnya menurut Pasal 59 POJK Tata Kelola BPR, BPR yang tidak memenuhi aturan tersebut akan dikenakan sanksi.
“Pengenaan sanksi pemenuhan struktur organisasi audit intern mulai berlaku 1 April 2017,” kata Direktur Penilaian dan Pengaturan BPR OJK Ayahandayani K. dalam acara 3 Days Technical Workshop “Internal Audit BPR: Optimalisasi Peran dan Menciptakan Internal Auditor yang Handal” yang digelar Infobank Institute dan Perbarindo di Jakarta, Kamis 7 April 2016.
Paling lambat pelaporan tentang struktur itu adalah 31 Maret 2017. Fungsi audit intern tersebut untuk memastikan BPR dapat mengelola dan mengamankan dana yang dihimpun dari masyarakat sehingga dapat mengoptimalkan kemampuannya dalam melayani masyarakat sekaligus meningkatkan kesejahteraan karyawan, Direksi, Dewan Komisaris, dan pemegang saham.
OJK juga menyarankan BPR melakukan rotasi auditor internal. Selain itu kepala fungsi audit intern juga harus melakukan review secara cermat terhadap pelaksanaan audit yang dilakukan.
“Kita juga minta pemenuhan standar kode etik auditor, untuk kode etiknya memang belum ada, tapi sudah ada standar internasionalnya,” tambah Ayahandayani.
Soal jumlah pegawai audit intern, menurutnya tidak ada pengaturan khusus dan disesuaikan dengan kebutuhan BPR.
“Kita memang gak wajibkan untuk BPR dengan modal di bawah Rp50 miliar, tapi cukup menunjuk pejabat eksekutif, tapi apakah satu pejabat ini cukup untuk awasi BPR yang mungkin cabangnya banyak, kita gak atur tapi kita harapkan Direktur Utamanya bisa menilai kebutuhannya,” tambahnya.
Dalam POJK Tata Kelola BPR juga disebutkan untuk BPR dengan modal inti lebih dari atau sama dengan Rp80 miliar Dewan Komisaris wajib membentuk paling sedikit Komite Audit dan Komite Pemantau Risiko. BPR juga wajib memiliki anggota Direksi yang membawahi fungsi kepatuhan. (*) Ria Martati
Editor: Paulus Yoga