Jakarta – Meningkatnya pengunaan kanal digital secara otomatis juga turut meningkatkan risiko akan ancaman kejahatan siber yang ada. Indra Utoyo, Direktur Digital dan Teknologi Informasi Bank Rakyat Indonesia Periode 2017 -2022 mengungkapkan, industri jasa keuangan tidak boleh berpuas diri dengan keamanan siber yang sudah ada.
Menurutnya, perlindungan secara berkala perlu dilakukan terutama pada era open banking seperti sekarang. Ia menceritakan pengalamannya di Bank BRI yang terus melakukan penetration test tiap 6 bulan sekali demi menjaga keamanan siber pada sistem bank.
“Kita lakukan penetration test dengan skenario-skenario yang paling liar dan kita akan terus ulang lagi dalam 6 bulan atau bahkan lebih cepat, tergantung dari risiko-risiko yang kita lihat dari sebuah layanan,” jelas Indra pada webinar yang diselenggarakan Infobank dengan tema “Hybrid Banking Ecosystems: The Key to Future Value Creation in Banking”, Kamis, 17 Maret 2022.
Baca juga : Cara OJK Ukur Tingkat Digitalisasi Perbankan
Ia menambahkan, setiap institusi juga perlu memperkuat keamanan digitalnya dengan setiap partner yang ada. Open Banking Governance harus diterapkan di atas IT Governance yang sudah ada. Indra juga mengimbau agar setiap industri jasa keuangan agar mengedepankan aspek keamanan digital ketika memulai digitalisasi.
“Di BRI, kita ada divisi baru yaitu Digital Risk yang selalu mendampingi divisi IT ketika membangun dan menjadi supervisor untuk mengingatkan risiko digital yang ada,” ujarnya.
Tidak lupa, ia meminta agar setiap pemangku kepentingan, seperti bank, fintech, regulator, dan penegak hukum berkolaborasi dalam memberantas ancaman kejahatan siber. Aksi kolaboratif antar institusi akan menciptakan keamanan digital yang lebih kuat bagi Industri Jasa Keuangan nasional. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra