Jakarta–Badan Anggaran DPR-RI menilai, tanpa data rekening yang akurat dan tata kelola perpajakan yang efektif, penerapan kebijakan tax amnesty dianggap justru akan menjadi bumerang bagi keberhasilan realisasi target penerimaan pajak.
Hal tersebut seperti disampaikan Wakil Ketua Banggar, Said Abdullah dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, 24 Maret 2016. Menurutnya, pemerintah harus melakukan pemetaan terhadap data para pemilik dana yang memarkir dananya di luar Indonesia.
“Sebenarnya manfaat kebijakan pengampunan pajak ini sangat banyak buat masyarakat luas terutama bagi masyarakat miskin,” ujarnya.
Seperti diketahui, wacana tax amnesty mencuat menyusul banyaknya orang Indonesia yang memarkir uangnya di luar negeri seperti Singapura, Hongkong, Macau dan Australia serta Papua New Guinea (PNG) yang mencapai triliunan rupiah.
Pengampunan pajak sangat dibutuhkan untuk membiayai pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Dana hasil repatriasi itu, bisa menambah penerimaan negara untuk mendorong perekonomian lebih bergairah yang nantinya berdampak terhadap pengentasan kemiskinan.
“Tax Amnesty ini sebagai salah satu cara menarik dana-dana itu agar masuk ke Indonesia. Bagi kami, tax amnesty ini harus diposisikan dalam bingkai ideologis bahwa setiap warga bangga membayar pajak,” tukasnya.
Dia meyakini apabila uang tersebut kembali kedalam negeri, maka otomatis akan meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak. Dimana dari penerimaan pajak itulah, negara bisa melaksanakan dan mempercepat cita-cita founding father yaitu menciptakan masyarakat adil, makmur dan sejahtera.
Sebenarnya, kata dia, manfaat kebijakan pengampunan pajak ini sangat berdampat positif untuk masyarakat luas terutama bagi masyarakat miskin. “Saya kira, dengan dana hasil repatriasi ini, menambah amunisi pemerintah mengurai kemiskinan,” ucapnya.
Menurutnya, agar penerapan tax amnesty berjalan mulus, maka diperlukan beberapa instrumen yang harus diperhatikan pemerintah. Misalnya, soal target yang akan dicapai dengan adanya pengampunan pajak ini.
“Target pencapaiannya harus transparan sehingga bisa termonitor dengan baik,” papar dia.
Selain itu, lanjut Said, pemerintah juga harus menyipakan instrumen lain seperti software dan hardware-nya. Hal ini sangat penting agar memudahkan pemerintah melakukan pemetaan terhadap para pemilik dana WNI yang memarkir dananya di berbagai negara.
Dia menegaskan, sejumlah instrumen ini syarat mutlak yang harus disiapkan oleh pemerintah sebagai jaminan suksesnya UU Tax Amnesty. Karena harus diakui adanya moral hazard yang tidak bisa dihindari dibalik kebutuhan meningkatkan penerimaan negara.
“Tidak boleh dan tidak patut menyikapi RUU Tax Amnesty dengan sudat pandang transaksional bahwa bahwa RUU Tax Amnesty ini dibahas kalau gedung DPR disetujui oleh pemerintah. Ini pandangan naif,” jelas Said.
Dia menambahkan, suksesnya UU Tax Amnesty harus didukung oleh kesadaran penuh dari warga masyarakat akan pentingnya membayar pajak. “Kalau salah satu instrumennya saja tidak dipenuhi maka tax amnesty ini tidak ada manfaatnya,” ucapnya. (*)
Editor: Paulus Yoga