Jakarta – Menjadi bankir di Bank Pembangunan Daerah (BPD) tidaklah mudah. Bank dimiliki oleh banyak pihak (pemda), sehingga bankir BPD, terlebih direksi, harus pandai-pandai membawa diri, sementara di lain sisi sebagai institusi bisnis, bank juga harus tetap mendapat profit, makanya tugas sebagai bankir tetap harus dijalankan secara professional.
Hal ini dibenarkan oleh Yayah Diasmono, Direktur Utama Bank Kalteng. Ia menjelaskan, menjadi bankir BPD harus menghadapi, tidak hanya satu atau dua pemegang saham, tetapi banyak kabupaten. “Kami ini kan ada 14 kabupaten/kota, mereka tentu mengharapkan PAD dari Bank Kalteng. Selain itu mereka juga mengharapkan bantuan dari Bank Kalteng berupa CSR yang bermanfaat seperti model I-Tax untuk peningkatan PAD,” katanya, kepada Infobank, Senin, 25 Oktober 2021 kemarin.
Oleh karena itu, Diasmono menambahkan, Bank Kalteng harus bisa membawa diri, melayani visi dan misinya kabupaten, ke kebutuhan daerahnya. “Jadi, Bank Kalteng ini hadir di antara mereka. Dengan kami men-support mereka, mereka juga memberikan timbal balik, tentu bisnis kami juga akan jadi lebih lancar sehingga profit dan dividen pun naik. Dan balik ke prinsip tadi, to be bankers, must be professional,” tambahnya.
Sebagai informasi, selama pandemi COVID-19, Bank Kalteng mampu menjalankan bisnisnya dengan sangat baik. Sepanjang tahun 2020, seluruh pos keuangan utama Bank Kalteng tumbuh positif. Asetnya tumbuh 12,00% atau menjadi Rp10,15 triliun. Bank Kalteng juga mampu menjalankan fungsi intermediasi dengan sangat baik. Tercermin dari penyaluran kredit yang tumbuh 12,16% atau menjadi Rp6,79 triliun dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
Selain itu, bank kebanggaan masyarakat Kalteng ini menjadi kepercayaan nasabah untuk menyimpan dananya. Terbukti, dari pendapatan dana pihak ketiga (DPK) per akhir 2020 yang tumbuh 20,37% menjadi Rp7,89 triliun. (*) Ayu Utami