Pakar: Pembatalan Dakwaan 13 Manajemen Investasi Sudah Tepat

Pakar: Pembatalan Dakwaan 13 Manajemen Investasi Sudah Tepat

Jakarta – Tim jaksa penuntut umum (JPU) kembali melimpahkan berkas perkara 13 tersangka manajemen investasi (MI) terkait kasus PT Asuransi Jiwasraya ke Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (20/8). Aksi itu dilakukan menyikapi putusan sela hakim Pengadilan Tipikor Jakarta membatalkan surat dakwaan JPU yang menggabungkan perkara ke 13 terdakwa dalam satu surat dakwaan.

Uniknya, meski JPU belum menerima salinan lengkap putusan sela hakim, pelimpahan dalam kasus ini terbilang cukup cepat dibandingkan kasus-kasus lainnya yang ditangani kejaksaan. Pakar hukum pidana Chairul Huda pun angkat bicara terkait polemik dibatalkannya surat dakwaan JPU terkait berkas perkara 13 manajemen investasi tersebut.

Chairul Huda menyebut jika pembatalan dakwaan berkas perkara 13 MI oleh majelis hakim dikarenakan tidak secara definitif bahwa tindak pidana yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tersebut itu pada tempat dan waktu yang sama, ada kaitan satu sama lain. “Dakwaannya berarti tidak jelas, obscuur libel, dakwaannya kabur. Sehingga dibatalkan oleh majelis hakim, saya kira tepat,” ujar Chairul, Minggu 22 Agustus 2021.

Dirinya menilai, dengan adanya masalah itu menunjukkan bahwa jaksa tidak profesional dengan adanya penetapan atau putusan setelah ini bahwa dakwaan batal demi hukum. “Ini tidak profesional gitu. Bagaimana peristiwa yang masing-masing berdiri sendiri ini, yang tidak ada kaitannya satu sama lain dijadikan satu dalam satu surat dakwaan. Jadi sudah tepat menurut saya, keputusan majelis hakim membatalkan dakwaan tersebut,” tegasnya.

Menurutnya, Jaksa Agung harus bertanggung jawab atas kecerobohan anak buahnya yang menunjukkan ketidak profesionalannya. “Jaksa-jaksa itu yang sudah ditugaskan, ini harus di eksaminasi mereka, penugasan untuk hal ini yang harus dieksaminasi mereka, professionalitasnya gitu loh sebagaimana kasus itu penting dan sedang menjadi pusat perhatian masyarakat, perkara penting kok bisa dengan ceroboh dijadikan satu seperti itu,” tambahnya.

Terkait kejaksaan yang masih mengganggap 13 MI sebagai terdakwa, Chairul menjawab. “Dengan dakwaan batal demi hukum, maka perkara itu dicoret dari register perkara di pengadilan. Berarti perkara kembali ke kejaksaan, dimana ada terdakwanya? Terdakwa kan adanya di pengadilan. Jadi status mereka itu kembali ke sebelumnya. Katakanlah status sebelumnya sebagai tersangka, maka mereka adalah tersangka. Tapi bukan berarti statusnya tetap menjadi terdakwa, ini namanya bodoh, kalo batal itu berarti dicoret dari register pengadilan, sudah tidak ada lagi status terdakwanya,” paparnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Haris Azhar menilai, kegagalan jaksa membuat dakwaan dalam kasus 13 MI tersebut menjadi bukti bahwa hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) terkait kredibilitas kejaksaan yang rendah di mata masyarakat itu sangat sesuai. “Ini alarm buat kejaksaan. Jelas putusan hakim sudah cermat dan cerdas yang menolak dakwaan JPU. Kondisi hukum Indonesia sudah runtuh karena aksi penegakan hukum yang serampangan ini,” kata Haris.

Menurutnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin harusnya sadar dari kekhilafannya dalam menangani kasus Jiwasraya maupun Asabri. Pasalnya, kasus ini diduga kuat sudah merugikan pihak ketiga.”Perkara Jiwasraya – Asabri bukan lagi persoalan nominal semata, tapi ratusan ribu nasabah maupun investor sudah dirugikan dalam kasus ini. Jaksa Agung harus sadar dari kekhilafannya sebagai penegak hukum,” tukas dia.

Sebelumnya, hasil survei SMRC merilis penilaian yang paling negatif terkait dengan praktik suap, dimana sekitar 59 persen warga menilai jaksa tidak bersih dari praktik suap. Yang menilai jaksa bersih dari praktik suap hanya 26 persen, dan tidak jawab sekitar 15 persen. Selain itu, sekitar 49 persen warga menilai jaksa tidak independen dalam menuntut perkara lebih banyak dari yang menilai jaksa independen, 34 persen, dan tidak dapat menjawab 17 persen.

Kemudian, publik juga menilai buruk sistem pengawasan internal yang berlaku di lingkungan Kejaksaan. Sekitar 45 persen warga menilai pengawasan internal terhadap pegawai kejaksaan atau jaksa tidak berjalan dengan baik. Pada umumnya, publik menilai kurang positif terhadap penegakan hukum di Indonesia sekarang ini. Kondisi penegakan hukum sekarang buruk/sangat buruk sebesar 41,2 persen lebih banyak dibanding yang menilai baik/sangat baik 25,6 persen. (*)

Related Posts

News Update

Top News